z-logo
open-access-imgOpen Access
Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi antara Kombinasi Ramipril-Spironolakton dengan Valsartan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Pemerintah XY di Jakarta Tahun 2014
Author(s) -
Cyntiya Rahmawati,
Atik Nurwahyuni
Publication year - 2017
Publication title -
jurnal ekonomi kesehatan indonesia/jurnal ekonomi kesehatan indonesia
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2598-3849
pISSN - 2527-8878
DOI - 10.7454/eki.v1i4.1802
Subject(s) - medicine , gynecology , operations management , engineering
AbstrakSistem pembayaran prospektif dengan paket tarif INA-CBG’s untuk kasus dengan jaminan BPJS menuntut rumah sakit agar dapat melakukan kendali biaya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai upaya Cost Containment RS XY melalui penerapan Clinical Pathway, formularium, dan struktur insentif. Studi dilakukan pada kasus Sectio Caesarea periode Januari-Maret 2016 secara kuantitatif dengan membandingkan selisih klaim BPJS dan tagihan RS serta menilai penerapan Clinical Pathway dan secara kualitatif dengan wawancara mendalam. Total Selisih yang didapat sebesar Rp.1.014.125.684,00 dengan rata-rata selisih sebesar Rp.4.899.157,89 per kasus. Didapatkan 84% kasus memiliki length of stay sesuai Clinical Pathway (CP). Dari kasus tersebut, 96% visitasi dokter sesuai, 21% penggunaan obat dan BHP sesuaidengan, 48% pemeriksaan laboratorium sesuai dengan yang ditentukan dalam CP. Formularium yang digunakan sesuai dengan formularium nasional. RS XY belum memiliki sistem evaluasi untuk menilai penerapan clinical pathway dan penggunaan obat. Struktur insentif yang digunakan adalah sistem fee-for-service pada staf medik yang tidak sesuai dengan metode pembayaran jasa medis yang prospektif. AbstractProspective payment system with INA-CBG’s fare for cases using BPJS Insurance demands hospital to control their cost. This study aims to see the cost containment in XY Hospital through the implementation of clinical pathway, drug formulary, and incentive structure. The study looked into Sectio Caesarea cases from January to March 2016, using quantitative method, comparing BPJS claim with hospital billing and assesst the implementation of clinical pathwayusing qualitative method through in depth interview. Result shows there is deficit amount of Rp.1.014.125.684,00 and the average of deficit per case is Rp.4.899.157,89. Eighty four percent of cases have length of stay in accordance with clinical pathway. From those cases, 96% has concordant doctors visit, 21% has concordant drug usage, and 48% has concordant laboratory diagnostic test. The hospital formulary uses the national formulary. It is foundthat XY Hospital does not have an evaluation system for clinical pathway implementation and drug usage. The incentive structure that is used is fee-for-service system which is not suitable for prospective payment method. Keywords: Cost containment; cost control; prospective payment; INA-CBG’s tariff  AbstrakHipertensi merupakan salah satu faktor risiko gagal jantung kongestif. Di rawat inap RS Pemerintah XY pada tahun 2014, gagal jantung kongestif masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak, dengan biaya total yang cukup besar dan terdapat selisih tarif antara tarif RS dengan tarif JKN. Penelitian ini bertujuan untuk memilih alternatif yang lebih efisien antara ramipril-spironolakton dengan valsartan pada pengobatan gagal jantung kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014. Pendekatan kuantitatif membandingkan nilai rata-rata biaya total dua alternatif pengobatan gagal jantung kongestif, yaitu ramipril-spironolakton dengan valsartan dengan menggunakan perspektif Rumah Sakit. Komponen biaya langsung medis yang dihitung adalah biaya obat, biaya jasa dokter dan biaya rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan pada pasien gagal jantung kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014 didapatkan: (1) Nilai rata-ratabiaya total penggunaan obat ramipril-spironolakton sebesar Rp.2.527.743, sedangkan rata-rata biaya total penggunaan obat valsartan sebesar Rp.2.430.923; (2) Obat ramipril-spironolakton efektivitasnya tidak berbeda signifikan atau setara dengan obat valsartan; (3) Adanya penghematan pada rata-rata biaya total obat valsartan sebesar Rp.96.820 per pasien; (4) Adanya penghematan pada biaya rawat inap obat valsartan sebesar Rp.299.031 per pasien. Obat valsartan memberikan nilai rupiah yang terendah menjadi pilihan yang lebih efisien dibandingkan obat ramipril-spironolakton pada pasien gagal jantung kongestif. AbstractHypertension is one of risk factors for congestive heart failure as the top 10 most prevalent diseases in XY Public Hospital in 2014.It has a large number of total cost and cost deviation between hospital and JKN rate. This study aimed to choose an alternative thatis more cost-effective to treat congestive heart failure at XY Hospital in 2014. This was a quantitative research using retrospective cross-sectional analysis. The study compared the average value of total cost of two alternative treatments, ramipril-spironolactone with valsartan by using Hospital’s perspective. Direct medical cost components were cost of drugs, cost of physicians’ services and  cost of hospitalizations. This study found that: (1) The average total cost of ramipril-spironolactone was Rp.2.527.743; whereas the average total cost of valsartan was Rp.2.430.923; (2) Ramipril-spironolactone’s effectiveness was not significantly different from valsartan; (3) There was cost saving on the average of total cost using valsartan’s drug as many as Rp96.820 per patient; (4) There was cost saving on hospitalization cost using valsartan’s drug for Rp299.031 per patient. Valsartan provided the lowest value and more cost-effective than ramipril-spironolactone for patient with congestive heart failure.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here