z-logo
open-access-imgOpen Access
DINAMIKA TENUN LURIK JAWA DI TENGAH PASANG SURUT USAHA
Author(s) -
Mustofa Wazir Hasyim,
Erwito Wibowo,
Tatik Purwanti
Publication year - 2021
Publication title -
prajnaparamita
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2807-1298
pISSN - 2355-5750
DOI - 10.54519/prj.v9i1.19
Subject(s) - art , humanities , physics
Teknologi pembuatan kain tradisional yang menghasilkan tenun lurik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta telah dikenal sejak lama. Teknologi yang dipakai masih sederhana berupa tenun gendong atau tenun gedog  dan hanya perempuan yang boleh mempergunakan alat ini. Motif kain dan warna yang dihasilkan juga masih terbatas untuk kain yang dipergunakan sehari-hari dan untuk upacara adat. Baru setelah muncul teknologi alat tenun bukan mesin (ATBM) tenun lurik menjadi berkembang pesat. Para lelaki dengan tangkas menggunakan alat ini, sementara motif kain yang dihasilkan menjadi beragam dengan warna yang cerah dan dapat menjangkau konsumen benda fashion dan interior rumah tangga. Meski demikian, dunia tenun lurik mengalami pasang surut, kondisinya menjadi dinamis sekali. Apalagi setelah ditemukannya serat  alami dan dikembangkannya pewarna alami, penggabungan antara tenun dan batik membuat produk tenun lurik bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Tulisan yang menggambarkan dinamika tenun lurik ini merupakan hasil wawancara keliling oleh tiga penulisnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta setahun yang lalu dan diperkaya dengan bahan bacaan yang relevan untuk tujuan ini.   The technology behind lurik fabric processing in Central Java, East Java, and West Java, has been known for a long time. It used a very simple technique, that only needed a “tenun gendong” or “tenun gedog” tool and it is only allowed to be used by women. It also only produced limited patterns and colours, which used in daily life and traditional ritual. Only after ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin or Non-Machine Tenun Tool) was founded, lurik grows rapidly. Men are skillful with this tool, and then patterns of lurik also become diversed with brighter colours, latter it also becomes a trend in fashion and house interior. However, the world of lurik has been  through bad and good times, so it is dynamic along the changes. Especially, after the use of natural fiber and developed as lurik’s material, and the combination of tenun and batik generated products that could reach wider market. This essay was written based on interviews by three writers in Central Java, East Java, and Special District of Yogyakarta last year to understand the dynamic of the lurik itself. The data was also enriched by related literature for this purpose.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here