
Bahagia Menurut Al-Qur'an
Author(s) -
Muhammad Arwani Rofi'i Rofi'i
Publication year - 2020
Publication title -
jurnal al-i'jaz
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2722-1652
pISSN - 2721-1347
DOI - 10.53563/ai.v2i2.41
Subject(s) - humanities , philosophy , art
Bahagia merupakan suatu hal yang diinginkan oleh semua makhluq yang berakal. Akan tetapi kebahagiaan antara manusia yang satu dengan lainnya berbeda-beda, karena kebahagian relatif sesuai pada tujuan hidup seseorang. Orang yang menginginkan kehidupan dunia yang berkecukupan akan merasa bahagia apabila hal tersebut tercapai. Berbeda dengan orang yang di dunia hanya mencari iman dan takwa. Oleh karena kebahagian tersebut berubah-ubah penulis menginginkan suatu pedoman dari al-Qur’an sebagai sumber utama umat Islam sehingga dapat diketahui hakikat kebahagian. Tujuan penulis adalah menghadirkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kebahagiaan sehingga dapat memahami maksud yang terkandung dalam ayat tersebut. Penelitian ini merupkan jenis penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan metode tafsir mawdu‘i (tafsir tematik) dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang terkandung di dalamnya arti kebahagiaan. Penulis menggunakan metode content analyst dalam mengolah informasi yang telah diperoleh dari al-Qur’an, kitab-kitab tafsir dan kitab lainnya yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat banyak lafal dalam al-Qur’an yang bermakna kebahagiaan. Akan tetapi, penulis hanya berfokus pada kata fariha-yafrahu-farihan dan bentuk-bentuk lainnya yang diambil dari kata tersebut kemudian dikaitkan dengan kata-kata lain yang menunjukkan arti kebahagian. Secara umum al-farih mempunyai arti kebahagiaan namun dalam kesempatan lain juga dapat diartikan kesombongan dan ridha. Mayoritas ayat yang mencantumkan lafal al-farih terdapat dalam surat Makkiyah, hal ini karena kebahagiaan merupakan pondasi utama penguatan iman penduduk Makkah. Bahagia tidak hanya menjadi sifat manusia namun juga termasuk sifat fi‘liyyah Allah. Bahagia dibagi menjadi dua bagian. Pertama, bahagia terpuji seperti bahagianya umat Islam setelah mendapat berita diterimanya taubat mereka setelah terjadinya peristiwa perang Tabuk. Kedua, bahagia tercela seperti pada kasus Karun yang merasa bahagia atas kekuasaan dan hartanya namun jauh dari Allah subhanahu wa ta‘ala.