z-logo
open-access-imgOpen Access
Analisis Berbagai Macam Biomarker Air Mata dalam Diagnosis Penyakit Mata Kering
Author(s) -
Muhammad Furqan,
Sukma Purnama Sidhi,
Lulu Chotim Amsari
Publication year - 2020
Publication title -
jimki: jurnal ilmiah mahasiswa kedokteran indonesia/jurnal ilmiah mahasiswa kedokteran indonesia
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2721-1924
pISSN - 2302-6391
DOI - 10.53366/jimki.v8i2.123
Subject(s) - medicine , gynecology , biomarker , biology , biochemistry
Pendahuluan: Diagnosis penyakit mata kering (Dry Eye Disease/ DED) terutama pada tahap awal merupakan hal yang penting, tetapi seringkali sulit. Hal ini dikarenakan kurangnya standar emas dan korelasi yang buruk antara perubahan biokimia air mata dan tanda-tanda klinis. Biomarker air mata dinilai dapat digunakan dalam diagnosis dan memantau DED karena bersifat non invasive, serta memiliki korelasi yang baik dengan perubahan biokimia air mata dan perkembangan penyakit. Tujuan: Artikel ini akan memaparkan beberapa biomarker air mata yang paling penting untuk DED yaitu marker untuk disfungsi kelenjar lakrimal, inflamasi, stres oksidatif, dan intoleransi lensa kontak, serta korelasinya dengan subtipe dan keparahan penyakit. Metode: Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan menggunakan jurnal 10 tahun terakhir yang diperoleh dari mesin pencarian seperti Sciencedirect, PubMed, Google Scholar dan ClinicalKey. Pembahasan: Biomarker untuk disfungsi kelenjar lakrimal ditandai dengan perubahan kadar protein (laktoferin, lisozim, dll), neuromediator (NGF, CGRP, NPY, Serotonin), dan mucin ((MUC)5AC); sementara respons inflamasi ditandai dengan perubahan ekspresi sitokin, kemokin, MMP-9, dan albumin. Stres oksidatif ditandai dengan perubahan kadar lipid (HNE, MDA). Sementara itu intoleransi lensa kontak dihubungkan dengan perubahan secretoglobin 1D1, β2 microglobulin, lacritin, secretoglobin 1A2, albumin, LPRR4, LCN-1, dan PIP. Kesimpulan: MMP-9 dan kombinasi Mammaglobin B, lipophilin A, dan B2MG merupakan biomarker dengan sensitivitas dan spesifitas tertinggi dari biomarker lainnya. Beberapa biomarker tersebut dapat digunakan untuk mendiagnosis DED, membedakan antara sindrom Sjögren DED dan sindrom non-Sjögren DED, ADDE dari EDE, serta menentukan tingkat keparahan penyakit.  

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here