
Setelah Kesunyian 50 tahun Disuarakan lewat Buku dan Film Dokumenter
Author(s) -
Maria Hartiningsih
Publication year - 2021
Publication title -
imaji/imaji
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2775-6033
pISSN - 1907-3097
DOI - 10.52290/i.v12i2.48
Subject(s) - humanities , art , political science
Tak banyak orang membaca berita mengenai kepulangan Jan Ruff-O’Herne pada pagi tanggal 19 Agustus 2019 di rumahnya, di Adelaide, Australia, dikelilingi oleh anak, cucu dan cucu buyutnya. Usianya 96 tahun. Jan Ruff-O’Herne meninggalkan jejak perjuangan selama lebih lima dekade untuk berkampanye melawan pemerkosaan dalam perang dan menghabiskan sisa hidupnya untuk merebut kembali martabatnya. Dia adalah perempuan Eropa pertama yang berani bersaksi di depan publik secara terbuka. Dia merobek kebisuan sejarah hitam yang ditolak untuk waktu yang sangat lama oleh pihak yang melakukannya. Untuk itu, dia menerima berbagai penghargaan, di antaranya dari Pemerintah Australia, Pemerintah Belanda, dan Vatikan. O’Herne adalah salah satu dari sedikit perempuan Eropa di wilayah pendudukan Jepang selama Perang Dunia II yang dipaksa menjadi budak seks. Sebagian besar berasal dari Asia, yakni Korea (terbesar), Indonesia, Filipina, China dan Taiwan. Dia menjadi satu-satunya survivor yang berjuang untuk menolak penggunaan istilah “comfort women”. Comfort mengandung arti sesuatu yang lembut aman dan ramah. “Kami ini korban perkosaan dan serangan seksual dalam masa perang oleh tentara Kerajaan Jepang”. O’Herne menuntut permintaan maaf Pemerintah Jepang secara pribadi dan berada dalam barisan survivor yang menolak kompensasi berupa uang dari Asian Women Fund. Dia juga menekankan bagaimana perkosaan menjadi alat untuk menundukkan dalam perang sehingga harus dilihat sebagai kejahatan kriminal perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dan yang menarik lainnya adalah testimoni atas Jan Ruff-O’Herne ini juga dibentuk menjadi sebuah film dokumenter yang diproduksi di Australia dengan sutradara Ned Lander, berjudul 50 Years of Silence (1994).