z-logo
open-access-imgOpen Access
Pendidikan Etika Budaya Komunikasi Melalui Media Sosial Berbasis Al-Qur’an
Author(s) -
Muhammad Syu'aib Taher,
Masrap Masrap
Publication year - 2019
Publication title -
alim : journal of islamic education/alim
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
eISSN - 2685-7596
pISSN - 2686-0767
DOI - 10.51275/alim.v1i1.119
Subject(s) - humanities , art
Isyarat tentang etika budaya komunikasi di media sosial berbasis Al-Qur’an mengutamakan penyampaian kalimat thayyibah yang mengandung unsur solidaritas, kooperatif, ekualitas dalam bingkai menjaga persatuan ummat. Di dalam al-Quran juga ditemukan dua macam makna etika budaya komunikasi, yaitu: makna etika budaya secara konotatif dan denotatif.  Konotatif yaitu  makna yang timbul dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang di kenakan pada makna Konseptual, sedangkan makna denotatif yaitu makna dalam arti wajar secara ekplisit (makna wajar, makna yang sesuai apa adanya). Artikel ini juga menemukan model komunikasi secara  konotatif : da’wah (mengajak, menyeru kebaikan), nasehah (memberi masukan untuk kebaikan), hiwar (berdialog), Jidal (adu argumen), bayan (menjelaskan), tadzkir (memberi peringatan), tabligh (Menyampaikan), indzar (peringatan keras), ta’aruf (saling mengenal), tawashi (saling memberi pesan), mauidzoh (saling memberi nasehat), tabsyir (memberi kabar gembira), idzkhol al-surur (menyenangkan hati orang). Sedangkan komunikasi secara denotatif, yaitu: qowlan kariman (Perkatan yang mulia), qowlan layyinan (perkataan lemah lembut), qowlan sadidan (perkataan yang benar), qawlan maysuran (perkataan yang mudah), qawlan balighan (perkataan yang jelas), qowlan ma’rufan (perkataan yang baik). Artikel ini memiliki kesamaan dengan: Andi Faozi Hadiono (2016) yang mengatakan bahwa: Manusia berkomunikasi untuk menyelesaikan hal-hal yang penting bagi kebutuhanya. Manusia berkomunikasi untuk menciptakan, memupuk hubungan yang baik dengan orang lain. Harold Dwight Lassweel (1978) mengatakan  bahwa manusia hidup tidak bisa terhindar dari kegiatan komunikasi. Sasa Djuarsa Sanjaya  mengatakan manusia hidup sangat memerlukan komunikasi.  Sebaliknya, artikel ini memiliki perbedaan  dengan : Rerin Maulida dan Suryatno  (2016) yang menjelaskan tentang Media social -Media Sosial, Twiter, Face book, Instagram,  Path, WhatsAp tanpa menghubungkan medsos sebagai salah satu perangkat media da’wah. Metode penelitian dalam disertasi ini adalah metode penelitian kualitatif dan library research. Metode penafsiran yang dipilih dalam disertasi ini adalah metode tafsir Maudu’i. Sedangkan pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan humanistic.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here