Open Access
Peran Roh Kudus yang Kurang Dikenali: Studi Kasus Dua Narasi dalam Kisah Para Rasul 8
Author(s) -
Robby Igusti Chandra
Publication year - 2022
Publication title -
jurnal teologi gracia deo
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2655-6871
pISSN - 2655-6863
DOI - 10.46929/graciadeo.v4i1.103
Subject(s) - art , baptism , theology , humanities , philosophy
Many studies on the Book of Acts chapter 8 focus on two kinds of baptism, or the Samaritans as the receivers of the Gospel. Further, some works even point out that the text is a part of oral tradition concerning the role of the Apostle Philips. This study explores the message of Acts 8 mainly through the relation between the two narratives in it, and with the whole message of the Book of Acts mainly chapter 1, 2, and 10. By using narrative analysis, the result shows that Act 8 actually teaches that, the role of the Holy Spirit to reconcile and unite the believers who have different identities although they have been mentally separated for centuries. The fact that, 300 years later, the residu of the conflict have resurrected and many Samaritans were killed shows that there is an unfinished task in Christianity, that is to be more sensitive to the Holy Spirit’s role and intention to make them experiencing conflict resolution and new social relation.AbstrakBerbagai penafsir umumnya meneliti Kisah Rasul 8 dengan menyoroti adanya dua jenis baptisan, atau kekhasan orang Samaria sebagai penerima Injil dan orang yang dibaptis, bahkan, ada yang menunjukkan teks ini sebagai bagian tradisi lisan mengenai peran Filipus. Tulisan ini menelusuri pesan Kisah Rasul 8 dengan mengkaji hubungan antara dua narasi di dalamnya, juga hubungannya dengan bagian lain dari Kisah Rasul khususnya, pasal 1, 2, dan 10. Hasilnya menunjukkan bahwa, bila dilihat dari kaitan dengan keseluruhan pesan Kisah Rasul, maka inti Kisah Rasul 8 sebenarnya mengajarkan peran Roh Kudus untuk menolong orang-orang percaya yang berbeda identitas dalam menjalani penyatuan dan rekonsiliasi walau secara mental mereka sudah terpisah selama beberapa generasi. Bahwa, 300 tahun kemudian residu konflik tersebut muncul kembali dalam kekristenan sehingga antara lain membuat orang Samaria ditumpas menunjukkan adanya pekerjaan rumah yang belum selesai di dalam hidup Kekristenan yaitu, perlunya peningkatan pemahaman dan kepekaan akan peran Roh Kudus sebagai pendamai dan pembentuk relasi sosial yang baru dalam situasi pemisahan dan konflik antar orang-orang percaya.