
Penghentian Penyidikan Terhadap Delik Biasa atau Laporan Berdasarkan Teori Hukum Progresif
Author(s) -
Louisa Yesami Krisnalita,
Dinda Wigrhalia
Publication year - 2020
Publication title -
binamulia hukum
Language(s) - Bosnian
Resource type - Journals
eISSN - 2656-856X
pISSN - 1410-0088
DOI - 10.37893/jbh.v9i2.124
Subject(s) - humanities , physics , political science , philosophy
Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa jika penyidik tidak menemukan cukup bukti atau suatu peristiwa bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik berwenang untuk menghentikan penyidikan yang ditandai dengan dikeluarkannya Perintah Penghentian Penyidikan atau disingkat SP3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep hukum progresif merupakan rangkaian tindakan dengan mengubah sistem hukum (termasuk mengubah peraturan perundang-undangan bila perlu) agar hukum lebih bermanfaat, terutama dalam meningkatkan harga diri dan menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, melaksanakan pembebasan, baik dalam berfikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga hukum mampu menyelesaikan tugasnya untuk mengabdi pada manusia. Karena hukum bukan hanya sebagai bangunan regulasi, tetapi juga sebagai bangunan pemikiran, budaya dan cita-cita penegakan hukum. Sebagian penegakan hukum oleh Polri masih berorientasi pada positivisme legalistik, seperti menjabarkan undang-undang tanpa menemukan hukum formal dalam undang-undang, namun sebagian sudah bergeser ke arah hukum progresif dengan model penyelesaian restoratif keadilan.