
Demo(n)s dan Kratos: Kritik Terhadap Praktik Demokrasi dari Kacamata Kekristenan
Author(s) -
Yoshua Budiman Paramita Harahap
Publication year - 2020
Publication title -
kenosis
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2656-4483
pISSN - 2460-6901
DOI - 10.37196/kenosis.v6i2.188
Subject(s) - democracy , political science , humanities , sociology , power (physics) , law , philosophy , politics , physics , quantum mechanics
Democracy is often glorified as the modern language of an open government, making room for differences, and advocating justice. Primarily when power lays in the hands of the people and not only in several people. This idea was parallel to Christian values. However, behind this noble idea, democracy contains a problem, namely, when it only perpetuates the power of a few people. On behalf of the people, the ruler’s agenda continues to be maintained because democracy opens up opportunities for abuse of power. Demos and kratos easily slip into demons and kratos. This article aims to criticize the practice of contemporary democracy and, at the same time, seeking gaps for the Church’s contribution to maintaining democracy as a tool for flourishing humanity. To achieve that, I suggested three concepts: the Church as a public church, the Church as a counter-culture, and the Church as a liberating community. Through it, the Church can and is encouraged to be active in maintaining democratic values.AbstrakTidak jarang demokrasi diagungkan sebagai bahasa modern dari pemerintahan yang terbuka, memberi ruang bagi perbedaan, dan menjunjung keadilan. Terutama ketika kekuasaan tidak dipegang oleh sebagian orang saja, melainkan di tangan rakyat. Sebuah ide yang sejajar dengan nilai-nilai kekristenan. Namun demikian, di balik gagasan adiluhung tersebut, demokrasi ternyata mengandung permasalahan pelik, yaitu ketika ia justru melanggengkan kekuasaan segelintir orang saja. Atas nama rakyat, agenda kekuasaan terus terpelihara karena demokrasi justru membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan. Demos dan kratos berubah menjadi demons dan kratos, terutama ketika kekuasaan yang dipegang segelintir orang cenderung menjadi kekuasaan yang zalim. Artikel ini mencoba mengkritisi praktik demokrasi tersebut dan juga melihat celah sumbangsih gereja dan kekristenan dalam menjaga demokrasi tetap sebagai reka kehidupan bersama dari, untuk, dan oleh rakyat. Tiga konsep yang ditawarkan adalah gereja sebagai gereja publik, gereja sebagai tenaga penyeimbang, dan gereja sebagai komunitas pembebas menjadi penting karena melaluinya, gereja bisa dan didorong untuk ikut aktif dalam menjaga nilai-nilai demokrasi.