
Erupsi Akneiformis Pada AML Dengan Regimen Kemoterapi “3 + 7”
Author(s) -
Bayu Prio Septiantoro,
Indra Pradipta
Publication year - 2021
Publication title -
medica hospitalia: journal of clinical medicine/medica hospitalia
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2685-7898
pISSN - 2301-4369
DOI - 10.36408/mhjcm.v8i2.609
Subject(s) - medicine , gynecology
Latar belakang: Kemoterapi bertanggung jawab terhadap sebagian besar manifestasi kulit dalam perawatan pasien kanker. Daunorubicin selama 3 hari ditambah sitarabin selama 7 hari untuk kemoterapi induksi pada pasien dengan AML dikenal sebagai regimen “3 + 7.” Walaupun erupsi akneiformis biasanya muncul pada pasien yang mendapatkan agen penghambat EGFR dan antibodi monoclonal, reaksi kulit ini juga dapat dialami pasien yang mendapatkan regime daunorubicin atau sitarabin.
Laporan kasus: Seorang wanita berusia 19 tahun dengan diagnosa AML masuk rumah sakit untuk menjalani kemoterapi dengan regimen 3+7 (daunorubicin 45mg/m2 selama 3 hari dan sitarabin 100mg/m2 selama 7 hari). Setelah hari pertama kemoterapi diberikan, muncul akne berupa bintik merah di wajah dan bertambah berat setelah sesi kemoterapi selesai dimana meluas hingga ke leher, dada dan punggung bahkan ke daerah kulit kepala, dengan adanya rasa gatal, papul dan eritema. Ia terdiagnosa erupsi akneiformis.
Tujuan: Untuk melaporkan kasus reaksi kulit berupa erupsi aneiformis pada pasien dengan diagnose AML yang menjalani kemoterapi dengan regime 3+7.
Pembahasan: Lesi erupsi akneiformis biasanya muncul sebagai papula dan pustula inflamasi monomorfik yang biasanya melibatkan wajah, leher, dada, punggung atas dan dapat diperluas hingga selain daerah seboroik. Beberapa karakteristik dapat membantu untuk mendukung hubungan potensial antara obat dengan munculnya akne. Diantaranya yang teridentifikasi pada pasien ini yaitu timbulnya akne secara tiba-tiba tanpa adanya riwayat akne vulgaris sebelumnya, lesi monomorfik dengan inflamasi, serta sedikit komedo dan kista. Terdapat empat tingkatan yang dapat digunakan dalam mengklasifikasikan keparahan efek samping kulit ini dimana tingkat III (berat) dapat diberikan antibiotik secara oral seperti klindamisin 300mg/12 jam.
Kesimpulan: Reaksi kulit berupa erupsi akneiformis dapat muncul pada pasien yang mendapatkan obat selain EGFR inhibitor dan antibodi monoclonal yaitu daunorubisin dan atau sitarabin. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui agen spesifik yang menjadi penyebab, serta mekanisme terjadinya reaksi tersebut.