z-logo
open-access-imgOpen Access
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MAHAR 10 TAIL AMAS UTANG DI KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN
Author(s) -
Indriani Agustina Indriani
Publication year - 2021
Publication title -
perada
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
ISSN - 2655-6626
DOI - 10.35961/perada.v4i1.387
Subject(s) - humanities , art
Artikel hendak pelaksanaan Mahar 10 Tail Amas Utang yang telah menjadi tradisi masyarakat di Kecamatan Teluk Bintan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan antropologi. Dalam penelitian ini ditemukan praktik  Mahar 10 Tail Amas Utang ini merupakan mahar adat melayu Bintan yang telah dilakukan secara turun menurun dan berlaku untuk orang-orang yang masih memiliki keturunan dengan raja. Mahar 10 tail amas utang adalah sebuah keihklasan dengan arti tail (timbangan orang zaman dulu dan biasa disebut kati), sedangkan amas memiliki arti (suka sama suka, ikhlas sama ikhlas). Dan mahar ini diaplikasikan dimasyarakat dengan keadaan yang tidak memiliki bentuk sebab telah diikhlaskan. Masyarakat di sana menganggap jika maharnya berbentuk uang, emas, seperangkat alat sholat atau Al-Qur’an maka semua itu tidak masuk akal, sebab beranggapan murah sekali harga perempuan bisa dibayar dengan sebuah benda, masyarakat di sana tidak mau menjualbelikan anak. Berdasarkan analisa menggunakan teori urf, diketahui bahwa praktik mahar 10 tail amas utang yang ada di Kecamatan Teluk Bintan tidak sah menurut ‘urf dan juga persyaratan mahar sebagaimana dalam fikih munakahat. Dalam praktiknya, diketahui bahwa pihak Kantor Urusan Agama (KUA) kemudian mengambil solusi dengan mengganti Mahar 10 Tail Amas Utang dengan sebentuk cincin emas atau yang lainnya atau yang sering disebut juga mahal mitsil.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here