Open Access
PENGARUH PENGEMASAN DAN PELABELAN PADA PENERIMAAN MI KERING BERBAHAN BAKU TEPUNG KOMPOSIT UBIJALAR DAN KELADI
Author(s) -
Dian Adi Anggraeni Elisabeth
Publication year - 2017
Publication title -
jurnal matematika, sains dan teknologi/jurnal matematika sains dan teknologi
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2442-9147
pISSN - 1411-1934
DOI - 10.33830/jmst.v18i2.136.2017
Subject(s) - food science , product (mathematics) , business , agricultural science , mathematics , chemistry , biology , geometry
Introduction of sweet potato and taro composite flours-based dried noodle productionwas conducted in Pelaga, Badung, Bali since 2013. Initial analysis found that dried noodle made from 70% wheat flour and 30% composite flours (80% taro flour and 20% sweet potato flour) was preferedbyrespondents. Minimum selling price for a pack of 200 grams was IDR 8,124.81, with R/C ratio was 1.30. The product packaged with special design and set with the brand name of ‘Labi Mie’ then was introduced to consumers in order to determine their acceptanceto the product. The study involved 32 respondents. Data was collected from semi-open questionnaires then analysed with a simply descriptive qualitative. Consumers stated that the information of expired date and net weight (75.00%) as well as nutrition fact (34.38%) were unclear. Then 68.75% consumers had no intention to buy the product with the reason of high price (50.00%) and unattractive(27.27%). The price of IDR 8,500 was considered too expensive by consumers. It should be less or equal to IDR 8,000.00 (87.50%). Only 6.25% consumers answered that reasonable price could be higher than minimum selling price. It should be admitted that these study results were still far from the expectation. However, it is a valuable input for farmers in developing their product in market.
Introduksi produksi mi kering berbahan baku tepung komposit ubijalar dan keladi dilaksanakan di Pelaga, Badung, Bali sejak 2013. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa mi kering yang dibuat dari 70% tepung terigu dan 30% tepung komposit dengan perbandingan 80% tepung keladi dan 20% tepung ubijalar disukai oleh panelis. Harga jual minimum untuk mi kering kemasan 200 gram adalah Rp 8.124,81 dengan R/C rasio 1,30. Produk mi dikemas dengan desain khusus dan diberi label nama “Labi Mie” kemudian diperkenalkan kepada konsumen untuk mengetahui tingkat penerimaan mereka terhadap produk. Studi melibatkan 32 orang responden. Data dikumpulkan melalui kuesioner semi-terbuka, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sederhana. Konsumen menyatakan bahwa informasi tanggal kadaluwarsa danberat bersih produk tidak jelas (75+,00%), demikian juga daftar kandungan gizi (34,38+%). Sebanyak 68,75+ % konsumen menyatakan tidak berminat membeli produk karena alasan harga mahal (50,00%) dan produk tidak menarik (27,27 +%). Harga jual sebesar Rp 8.500 per kemasan 200 gram dinilai konsumen terlalu mahal. Harga jual seharusnya kurang atau sama dengan Rp 8.000 (87,50+%). Hanya 6,25+% konsumen yang menjawab bahwa harga yang pantas untuk produk adalah lebih tinggi dari harga jual minimum. Harus diakui bahwa hasil studi masih jauh dari perkiraan; namun hal tersebut dapat menjadi masukan bagi petani dalam mengembangkan produknya di pasaran.