
EVALUASI DAN IMPLEMENTASI SISTEM SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 DENPASAR BARAT TAHUN 2019
Author(s) -
Irma Rubianti,
Nikman Azmin,
olahairullah olahairullah
Publication year - 2020
Publication title -
oryza /oryza : jurnal pendidikan biologi
Language(s) - Slovenian
Resource type - Journals
eISSN - 2599-1337
pISSN - 2089-3205
DOI - 10.33627/oz.v9i1.345
Subject(s) - medicine
Kota Denpasar merupakan daerah endemis DBD, dengan jumlah kasus DBD menampati urutan ke-5, dan Incidence Rate (IR) menempati urutan ke-8 di Provinsi Bali. Pencegahan dan penanggulangan DBD diupayakan dari segi preventif yaitu dengan memutus mata rantai penularan DBD, diantaranya dengan pelaksanaan surveilans. Dari hasil surveilans diharapkan bisa menekan jumlah kasus dan angka kesakitan DBD. Program tersebut dapat terlaksana dengan baik atau tidak sangat dipengaruhi oleh peran serta dari seluruh pihak seperti pejabat setempat, petugas kesehatan dan seluruh lapisan masyarakat, sehingga perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan surveilans kasus DBD di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Denpasar berdasarkan atribut surveilans. Metode evaluasi sistem surveilans dilakukan secara kualitatif meliputi input, proses, dan output, dan berdasarkan atribut surveilans. Pengembangan sistem surveilans menggunakan metode intervensi dengan mengidentifikasi, mengadvokasi, dan menbagikan formulir KD/RS DBD kepada 12 praktek dokter swasta yang ikut dalam pengembangan sistem surveilans DBD. Hasil penelitian: Dari 12 praktek dokter swasta yang harus teridentifikasi, hanya 10 dokter yang berhasil ditemukan oleh peneliti. Setelah melakukan evalusi selama 3 bulan, tidak ada satupun dokter praktek swasta yang melaporkan kasus DBD sehingga laporan kasus berjumlah o (nol). Tidak adanya kasus DBD yang dilaporkan disebabkan diantaranya adalah: pada saat membagikan formn KD/DBD kepada dokter, ada beberapa dokter yang menyatakan bahwa apabila ada kasus DBD mereka langsung merujuknya ke Rumah sakit, dan bila ditemukan suspect DBD akan disarankan melakukan pemeriksaan darah di Laboratorium, setelah itu biasanya pasien akan langsung ke Rumah Sakit. Ada juga Penyebab lainnya kemungkinan dokter tidak ada waktu karena banyaknya pasien yang harus ditangani untuk mengisi form KD/DBD dan menghubungi peneliti untuk pelaporan kasus DBD. Selain itu juga karena praktek dokter swasta merasa tidak berkewajiban untuk melaporkan kasus DBD kepada pihak puskesmas. Pengembangan sistem surveilans untuk pelaporan kasus DBD oleh praktek doktek swasta tidak berhasil dalam menjadikan data kasus DBD yang lebih akurat dan representatif. Hal ini disebabkan karena praktek dokter swasta yang berjumlah 10 orang, selama 3 bulan tidak ada yang melaporkan kasus DBD ke Puskesmas I Denpasar Bara