z-logo
open-access-imgOpen Access
Studi Okupansi dan Kelayakan Tarif Operasional KRL Commuter Line Lintas Yogyakarta – Solo Balapan
Author(s) -
Davin Ryan Hafizha,
Nugroho Utomo
Publication year - 2021
Publication title -
kern /kern : jurnal ilmiah teknik sipil
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2686-5025
pISSN - 2087-7498
DOI - 10.33005/kern.v7i2.48
Subject(s) - physics , humanities , art
Wilayah aglomerasi Yogyakarta-Solo merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah mobilitas orang yang tinggi karena dipengaruhi adanya daya tarik berupa bangkitan destinasi wisata, sarana pendidikan, maupun bisnis yang ada di wilayah ini. Potensi mobilitas orang menjadikan adanya perubahan layanan kereta perkotaan yaitu Kereta Api Prambanan Ekspres menjadi KRL Commuter Line. Pengoperasian KRL Commuter Line Yogyakarta–Solo dengan menambah titik pemberhentian yang belum dilayani oleh Kereta Api Prambanan Ekspres sebelumnya memiliki potensi terhadap bertambahnya okupansi penumpang. Tarif yang dikenakan kepada penumpang KRL Commuter Line Yogyakarta-Solo sama dengan layanan Kereta Api Prambanan Ekspres yaitu berupa sistem dengan tarif flat. Hal ini berbeda dengan tarif yang diterapkan pada basis layanan commuter line di KRL Jabodetabek yang beracuan pada jarak yang ditempuh pengguna atau disebut dengan sistem tarif progresif. Hasil analisis pada penelitian ini diperoleh bahwa okupansi Kereta Api Prambanan Ekspres pada periode tahun 2016 hingga 2020 yaitu sebesar 90,15%. Sementara itu, KRL Commuter Line Yogyakarta-Solo yang beroperasi pada masa pandemi dengan periode tinjauan tanggal 10 Februari sampai 4 April 2021 diperoleh nilai okupansi sebesar 60,11% dengan nilai pertambahan okupansi pengaruh dari 4 stasiun pemberhentian baru sebesar 4,38%. Pada analisis kelayakan tarif dengan metode ability to pay diperoleh nilai sebesar Rp11.098,00 (tarif eksisting < tarif ATP) dan analisis dengan metode willingness to pay diperoleh nilai sebesar Rp8.790,00 (tarif eksisting < tarif WTP). Tarif eksisting yang berlaku ditinjau dari ability to pay maupun willingness to pay sudah sesuai dengan kemampuan dan kesediaan responden. Selanjutnya, skema penerapan tarif progresif diperoleh tarif maksimal sebesar Rp7.000,00 (tarif progresif < tarif WTP) sehingga apabila diterapkan, tarif progresif juga masih sesuai dengan kesediaan membayar responden.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here