Open Access
PROBLEMATIKA HUKUM HIBAH DAN WAKAF
Author(s) -
Zakaria Syafe’i
Publication year - 2005
Publication title -
al qalam
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
eISSN - 2620-598X
pISSN - 1410-3222
DOI - 10.32678/alqalam.v22i1.1442
Subject(s) - humanities , philosophy
Hibah adalah bentuk pemindahan hak milik kepada orang lain, ketika ia masih hidup tanpa mengharap imbalan, sedangkan wakaf adalah pemindahan hak milik yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Pada keduanya memiliki nilai positif sebagai bagian dari taqarrub dan ibadah kepada Allah, di sisi lain sebagai wujud dari rasa solidaritas, sikap kepedulian dan tanggungjawab sosial dalam rangka pemberdayaan kesejahteraan masyarakat, pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan eksistensi agama islam. Namun demikian, faktor integritas pribadi yang lemah, kekosongan spiritual dan nafsu keserakahan manusia, tidak jarang terjadi pemberian hibah atau wakaf menjadi problem, karena ada di antara manusia yang menarik kembali hibah atau wakafnya baik dilakukan oleh yang menghibahkan atau yang mewakafkan atau oleh pihak keluarganya.
Dalam kasus hibah, tidak dibenarkan harta yang telah dihibahkan ditarik kembali, kecuali hibah dari orang tua kepada anak-anaknya. Sebab akan menjadi sumber konflik dalam keluarga, bila hibah tersebut diberikan tanpa mencerminkan adanya rasa keadilan. Oleh karena itu, hibah tersebut bisa ditarik kembali atau sama sekali dibatalkan. Untuk mencapai rasa keadilan di antara anak-anak itu, hibah harus diberikan secara merata dan tidak ada unsur membedabedakan atau dilakukan secara proporsional, di mana anak yang sudah diberi fasilitas lebih oleh orang tuanya tidak diberikan bagian yang sepadan dengan anak yang belum pernah mendapatkan fasilitas apa pun, sehingga ia diberikan harta yang berlebih dari lainnya.
Adapun persoalan harta yang diwakafkan, maka bagi yang mewakafkan dengan dalih apa pun tidak bisa untuk menarik kembali wakafnya baik dilakukan oleh waqif maupun keluarganya. Alasan yang membolehkan menarik kembali harta wakaf itu landasan hukumnya lemah dan tidak patut dijadikan dasar hukum. Ketentuan harta wakaf harus benda tidak bergerak lantaran manfaatnya abadi dan terus menerus, maka untuk zaman modern sekarang ini perlu dipertimbangkan bahwa apapun benda yang diwakafkan itu dapat diterima dan yang terpenting benda tersebut dapat dimanfaatkan dan hasilnya berguna bagi kepentingan umum. Adapun menjual atau menukar benda harta wakaf itu, meski secara yuridis tidak diperkenankan, maka hukum itu dapat berubah menjadi boleh sepanjang kemaslahatan mengehendaki demikian, asalkan penggantian dan penukarannya tidak menghilangkan substansi dari manfaat yang akan diperoleh dari wakaf tersebut.
Kata Kunci: Hibah, Wakal, Hukum Islam.