
KHILAFAH DALAM PANDANGAN 'ALI 'ABD AL-RAZIQ
Author(s) -
Suadi Saad
Publication year - 2003
Publication title -
al qalam
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
eISSN - 2620-598X
pISSN - 1410-3222
DOI - 10.32678/alqalam.v20i97.648
Subject(s) - humanities , political science , islam , philosophy , theology
Di dalam Islam, persoalan kenegaraan telah menjadi bahan diskusi berkepanjangan sejak wafatnya nabi Muhammad SAW sampai zaman modem ini. Polemik dan perdebatan di sekitar masalah itu terasa semakin seru pada saat kaum Muslimin memasuki periode modern, lebih-lebih ketika berbagai ideologi besar dunia Barat mulai menanamkan pengaruhnya di dunia Islam. Tema-tema diskusi itu dalam garis besarnya berkisar pada wajib tidaknya kaum muslimin mendirikan negara; bagaimana susunan dari bentuk negara; siapa yang berhak menduduki jahatan Kepala negara; bagaimana posisi syari'ah dalam kaitannya dengan mekanisme pemerintahan, dan lain sebagainya. Bahwa pada zaman modern timbul pula persoalan yang menyangkut "apakah agama harus bersatu dengan negara"; apakah Islam memerintahkan umatnya untuk membentuk dan mendirikan "Negara Islam" atau tidak.Dalam hal ini, kita melihat pentingnya kehadiran para tokoh dan pemikir politik muslim guna memecahkan persoalan mengenai sistem ketatanegaraan dalam Islam. Di antara para tokoh tersebut terdapat beberapa pemikir Islam kontemporer, seperli Ali Abd al-Raziq, yang pemikiran-pemikirannya akan dibahas dalam makalah ini. Kehadirannya dengan gagasan-gagasan yang diterangkan di dalam bukut Al-Islam wa Usul al-Hukm -yang merupakan sumber utama penulis -telah menjadi sebuah alternatif bagi pemikiran politik Islam masa kini. Apalagi masa saat-saat terakhir ini di mana isu tentang negara Islam dan khilafah mulai mencuat kembali.Beberapa waktu lalu dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi, Abdul Wahid Kadungga, salah seorang warga Belanda asal Makassar dan menantu Kahar Muzakar (tokoh NII) yang disangka mempunyai hubungan dengan kelompok "teroris" Jema'at lslamiyah, menyatakan bahwa kini saatnya untuk menegakkan kembali khilafah. Sebaliknya, sebelumnya, secara implisit Ulil Abshar-Abdallah, di Harian Kompas, menyatakan hahwa Islam tidak menuntut berdirinya negara Islam atau sistem khilafah --pernyataan yang mengundang munculnya "fatwa hukum bunuh" atas dirinya, dari sebagian ulama.Saya berpikir, buku ini mendapatkan momentumnya kembali saat ini, dan perlu untuk kita kaji.Kata Kunci: Khilajah, Negara Islam, al-Islam wa Usul al-Hukm