Open Access
DEMENSI BUDAYA LOKAL DALAM TRADISI HAUL DAN MAULIDAN BAGI KOMUNITAS SEKARBELA MATARAM
Author(s) -
Abdul Kadir Ahmad
Publication year - 2018
Publication title -
al qalam - balai penelitian lektur keagamaan ujung pandang/al-qalam
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2540-895X
pISSN - 0854-1221
DOI - 10.31969/alq.v9i2.596
Subject(s) - humanities , art
Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Mataram Nusa Tenggara Barat. Sasaran penelitian adalah suatu masyarakat lokal yang menamakan dirinya orang Sekarbela, berdiam di Kelurahan Karang Pule Kecamatan Ampenan Kotamadya Mataram. Mereka menarik untuk dijadikan fokus penelitian, karena dengan nama khas Sekarbela, mereka menampilkan prilaku keagamaan yang dalam banyak hal berbeda dengan komunitas Islam sekitarnya, terutama dalam tradisi haul dan dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. Sebagai bagian dari budaya daerah yang secara operasional dijadikan sebagai alat untuk menangkal dampak budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dan kepribadian bangsa, identifikasi terhadap budaya lokal semacam itu menjadi amat penting atas dasar berbagai pertimbangan. Pertama, pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong interaksi antar bangsa, terutama teknologi komunikasi dan transportasi, mengakibatkan derasnya arus informasi dan masuknya nilainilai ajaran agama dan nilai-nilai budaya luhur budaya bangsa. Kedua, masuknya nilainilai yang bertentangan tersebut mengakibatkan terjadinya pendangkalan nilai-nilai moral dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang pada akhirnya dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinyqa krisis jati diri kepribadian bangsa. Ketiga, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya mempunyai daya tangkal yang handal dan kemampuan untuk memilih dan memilah berbagai pengaruh dari luar, sehingga dampak negatif globalisasi dapat dihindari. Keempat, perlunya memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia sehingga mempunyai ketahanan sosial budaya yang tangguh dan handal. Fokus penelitian adalah perwujudan agama dalam upacara haul dan maulid, dua jenis upacara keagamaan yang secara tradisional hidup dan berlaku dalam sistem budaya masyarakat Sekarbela. Upacara tradisional tersebut dilaksanakan setiap tahun dan dianggap sebagai upacara suci dengan corak spesifik yang amat mencerminkan nuansa lokal. Dengan demikian penelitian bertujuan untuk memperoleh pengetahuan mengenai corak kehidupan keagamaan dalam konteks lokal, yang memperlihatkan ekspresi keagamaan yang khas. Yang dimaksud dengan upacara keagamaan dalam penelitian ini adalah upacara yang bersifat keramat/suci yang berhubungan dengan peristiwa dalam rangka suatu sistem keyakinan yang bersumber pada ajaran-ajaran dalam sistem itu telah terwujud sebagai tradisi dalam masyarakat. Dalam pengertian tradisi tersebut, tercakup pengertian kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan itu (Koentjaraningrat dkk. 1984 : 2). Sehubungan dengan pengertian tersebut, konsep-konsep dasar yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan agama dan upacara atau upacara dan agama serta kaitan hubungan antara keduanya. Ajaran dalam pengertian ini dipahami sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh No. 14 Th. IX Juli/Desember 1997 1 DMENSIBUDAYA LOKAL DALAM TRADISI HAUL DAN MAULIDAN BAGIKOMUNITAS SEKARBELA MATARAM suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasikan dan memberi respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai suci (Suparlan, 1988 : v-vi). Sedangkan upacara dapat dilihat sebagai sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (Koenjtaraningratdkk., 1984 : 1989). Dengan pengertian seperti itu, pertalian agama dan upacara secara jelas dapat diidentifikasi. Upacara dapat dilihat sebagai salah satu corak perwujudan agama dalam kehidupan sehari-hari bagi penganut agama yang bersangkutan. Tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku pada dasarnya merupakan upacara keagamaan yang menurut Koentjaraningrat (1985 : 243), terdiri dari empat komponen yaitu : (1) tempat upacara, (2) saat upacara, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, dan (4) orang yang melakukan dan memimpin. Semua komponen upacara tersebut bersifat sakral. Dalam kenyataannya, upacara keagamaan itu dapat terwujud dalam bentuk (1) bersanji, (2) berkurban, (3) berdoa, (4) makan bersama, (5) menari dan menyanyi, (6) berprosesi, (7) memainkan seni drama, (8) berpuasa, (9) intoksikasi, (10) bertapa, dan (11) bersamadi (Koentjaraningrat, 1985 : 235). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah holistik atau sistematik, yaitu memperlakukan sebuah masyarakat sebagai bagian unsur-unsur sosial budaya dalam hubungan struktural fungsional yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya dan secara keseluruhan merupakan sebuah satuan utuh dan menyeluruh. Dalam pendekatan seperti ini, haul dan maulid sebagai sasaran kajian diperlakukan sebagai sebuah kasus. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan melalui metode-metode (1) Studi kepustakaan, yaitu mempelajari dokumen-dokumen atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masyarakat atau kebudayaan setempat, (2) wawancara mendalam dengan informan kunci yang terdiri atas Tuan Guru, penghulu, dan pemuka agama lainya; pemuka adat/masyarakat, pejabat pemerintah dan pendukung upacara tersebut serta warga masyarakat lainnya; (3) Pengamatan terlibat struktur kegiatan masyarakat sehari-hari, dan ketika upacara maulid berlangsung. Sayang sekali metode ini tidak dapat dilakukan untuk upacara haul karena kebetulan waktu penelitian sulit dikompromikan dengan waktu pelaksanaan haul. Dari penelitian ini ditemukan bahwa ternyata kedua upacara tersebut (haul dan maulid) tetap mampu mempertahankan eksistensinya dan kelestariannya; dan dalam kelestarian itu nuansa lokal mewujudkan diri dalam bentuk mengkota dan modern. Dalam penampilan upacara yang dipentingkan bukan makna material dari upacara haul dan maulid akan tetapi lebih pada makna simbolis, berupa kecintaan kepada tokoh yang diperingati dalam hal ini Tuan Guru Muhammad Rais untuk upacara haul, dan Nabi Muhammad untuk upacara maulid. Resistensi haul dan maulid dalam aroma lokal dan tradisional mengalami penguatan dari adanya tantangan dari luar (modernintas di satu sisi dan tarikan sejarah kepahlawanan orangorang Sekarbela dalam mempertahankan bendera Islam di tengah pergulatan Islam- Hindu di zaman Penjajahan Anak Agung dari Bali