Open Access
Analisis Perbandingan Peran Kamar Kedua Parlemen dan Kekuasaan Kehakiman dalam Proses Pemberhentian Presiden
Author(s) -
Pan Mohamad Faiz,
Muhammad Erfa Redhani
Publication year - 2018
Publication title -
jurnal konstitusi/jurnal konstitusi
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2548-1657
pISSN - 1829-7706
DOI - 10.31078/jk1521
Subject(s) - political science , humanities , philosophy
Proses pemakzulan atau pemberhentian Presiden menurut UUD 1945 melibatkan secara aktif tiga lembaga negara berbeda, yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. Proses akhir dari pemberhentian Presiden bukanlah di tangan Mahkamah Konstitusi, namun terletak pada sidang istimewa MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Dengan demikian, anggota MPR yang berasal dari anggota DPD sebenarnya memiliki peran terbatas secara perorangan untuk turut serta menentukan pemberhentian Presiden karena tidak melibatkan DPD secara kelembagaan sebagai kamar kedua parlemen (second chamber). Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis perbandingan mengenai sejauh mana peran kamar kedua parlemen dan kekuasaan kehakiman dalam proses pemberhentian Presiden di lima belas negara berbeda, baik terhadap negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial, sistem parlementer, ataupun sistem campuran. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan perbandingan konstitusi dengan bersumber pada studi kepustakaan. Berdasarkan analisis perbandingan yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa kamar kedua parlemen di banyak negara memiliki peran sangat penting dalam menentukan pemberhentian Presiden. Kemudian, sebagian besar negara yang diteliti juga turut melibatkan kekuasaan kehakimannya melalui Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, atau Dewan Konstitusi. Lembaga ini menilai usulan atau dakwaan dari parlemen mengenai bersalah atau tidaknya Presiden atas dugaan pelanggaran konstitusi atau kejahatan pidana lainnya. Meskipun demikian, negara-negara tersebut umumnya tetap menyerahkan keputusan akhir mengenai pemberhentian Presiden kepada parlemen.The impeachment process against the President according to the 1945 Constitution of Indonesia actively involves three different state institutions, namely the House of Representative (DPR), the Constitutional Court (MK), and the People’s Consultative Assembly (MPR). The final process of the impeachment in Indonesia is not in the hand of the Constitutional Court, but it lies in a Special Session of the MPR consisting of members of the DPR and members of the Regional Representative Council (DPD). Thus, the individual role of the MPR members who come from the DPD members to participate in determining the impeachment of the President is limited because it does not involve the DPD institutionally as the second chamber of parliament. Therefore, this research aims to provide a comparative analysis concerning the roles of the second chamber of parliament and judicial power in the impeachment process against the President in fifteen countries that implement three different systems of government, which are the presidential system, the parliamentary system, and the semi-presidential system. This research used a qualitative method and a comparative constitutional approach based on a literature study. It concluded that the second chamber of parliament in various countries has very important roles in deciding the impeachment process of the President. Moreover, the judicial powers through the Constitutional Court, the Supreme Court or the Constitutional Council also involved in deciding whether the President is guilty of the alleged violations against the constitution or common criminal offenses. Nevertheless, in most of the countries studied, the final decision on the impeachment process based on the Court’s decision is still given to the parliament.