z-logo
open-access-imgOpen Access
PERKEMBANGAN PERGURUAN ISLAM Al-KHAIRIYAH CILEGON BANTEN (1916-1950)
Author(s) -
Herry Wiryono
Publication year - 2012
Publication title -
patanjala : jurnal penelitian sejarah dan budaya
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2598-1242
pISSN - 2085-9937
DOI - 10.30959/patanjala.v4i1.123
Subject(s) - political science , humanities , physics , philosophy
AbstrakPerjuangan masyarakat Cilegon Banten dalam menghadapi kaum penjajah dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang dianggap paling efektif untuk menghadapinya adalah melalui pendidikan.  K.H Syam’un sebagai salah seorang ulama di Cilegon mempunyai harapan dan idealisme yang tinggi untuk mengembangkan potensi masyarakat Cilegon dan sekitarnya  melalui pendidikan. Ia mendirikan sebuah pesantren dengan nama Pesantren Al-Khairiyah  dengan mengambil tempat di daerah asalnya, yaitu Citangkil. Kiai Syam’un berkeinginan agar keberadaan  Pesantren Al-Khairiyah menjadi suatu lembaga yang  bermanfaat bagi perkembangan dan kesejahteraan umat manusia khususnya daerah Cilegon dan Banten. Keinginan  dan harapan Kiai Syam’un  menjadi kenyataan.  Pesantren Al-Khairiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sejak tahun 1916 sampai tahun 1930 Pesantren Al-Khairiyah Citangkil  berhasil memasuki masa keemasan. Pesantren Al-Khairiyah dapat mengimbangi sekolah Pemerintah Belanda  di Wilayah Cilegon.  Pada masa perang kemerdekaan,  ulama Banten di samping sebagai tokoh agama, juga mampu  memegang jabatan  di pemerintahan. Jabatan yang dipegang adalah jabatan residen, bupati, wedana,  sampai birokrasi di bawahnya. Ulama Banten yang memegang jabatan di pemerintahan, antara lain;  KH. Ali Jaya di Delingseng (Pulomerak-Cilegon); dan KH. Abdul Haq  di Padarincang (Ciomas-Serang). AbstractEducation is considered to be affecting in fighting colonialism in Cilegon, Banten. K.H. Syam’un built a pesantren called Pesantren Al-Khairiyah in Citangkil to fulfill the need, with the hope that it could be beneficial to the development and prosperity of humankind especially in Cilegon and Banten. The pesantren reached its golden age between 1916-1930. It could compete with school administered by the Dutch. 

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here