z-logo
open-access-imgOpen Access
Akulturasi Budaya Kubur Tempayan Dan Megalitik: Studi Kasus Situs Muara Betung, Sumsel
Author(s) -
Bambang Sugiyanto
Publication year - 2002
Publication title -
berkala arkeologi/berkala arkeologi
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
eISSN - 2548-7132
pISSN - 0216-1419
DOI - 10.30883/jba.v22i1.845
Subject(s) - humanities , art , geography
Budaya megalitik yang tersebar di Indonesia, mempunyai satuan waktu (kronologi) perkembangan antara 2500 SM - abad-abad pertama masehi. Beberapa situs megalitik yang terdapat di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Ambon, Nusa Tenggara dan Papua, hampir semuanya cenderung memperlihatkan budaya megalitik yang mandiri. Hanya beberapa situs tertentu yang memperlihatkan karakter budaya yang lain, seperti : Gilimanuk, yang memperlihatkan adanya budaya penguburan yang berbeda antara kubur megalitik, kubur tempayan dan kubur tanpa wadah (langsung). Kemudian situs Lambanapu di Nusa Tenggara juga memperlihatkan temuan kubur campuran antara kubur tempayan dan kubur langsung tanpa wadah. Pada umumnya dalam tradisi megalitik terdapat satu kebeasan dalam memilih wadah kubur yang akan dipergunakan. Hal ini terlihat dari berbagai jenis dan bentuk kubur megalitik yang ditemukan, mulai dari menhir, peti kubur batu, waruga, kalamba, temu gelang, dan dolmen. Pada prinsipnya semua wadah kubur batu itu dapat dipergunakan sesuai dengan keinginan dan kemampuan, yang juga disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku di lingkungan mereka.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here