
TRADISI PEMBACAAN ASMA’ AL-HUSNA DI MASJID I’TIKAF, PEDURUNGAN KIDUL, SEMARANG (STUDI LIVING HADIS)
Author(s) -
Muhammad Mundzir
Publication year - 2020
Publication title -
tajdid
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2541-5018
pISSN - 2502-3063
DOI - 10.30631/tjd.v18i2.100
Subject(s) - worship , meaning (existential) , heaven , humanities , sociology , philosophy , theology , epistemology
This article discusses a phenomenon that has become a religious tradition in Pedurungan Kidul II, Semarang. The mosque, which was originally a place of worship, has become a place of religious ritual over time. People unconsciously have carried out a habit based on al-Qur’an and hadith, specifically reciting Asma’ al-Husna. The discourse of Asma’ al-Husna has been discussed by hadith scholars who state that the hadith about people who keep Asma’ al-Husna going to heaven indirectly has its own reception when it enters the social realm. The reception turned out to have a different meaning when it was carried out by the congregation of the mosque of I’tikaf Baitul Muhajirin. The recitation of Asma’ al-Husna in the mosque originated from a takmir’s desire to introduce and broadcast the reading of Asma’ al-Husna, as time went on the assembly became wasilah to pray, establish friendship, and the names contained in Asma’ al-Husna is a provision for life for the community. This article uses a phenomenological approach and functional theory as a tool to find the meaning contained in these assemblies.
Artikel ini mendiskusikan tentang sebuah fenomena yang menjadi tradisi keagamaan di Pedurungan Kidul II, Semarang. Masjid yang mulanya menjadi tempat ibadah, seiring berjalannya waktu menjadi tempat ritual keagamaan. Masyarakat secara tidak sadar telah melakukan sebuah kebiasaan berbasis Al-Qur’an dan hadis, yaitu pembacaan Asma’ al-Husna. Diskursus Asma’ al-Husna telah dibahas oleh para pensyarah hadis yang menyebutkan bahwa hadis tentang orang yang menjaga Asma’ al-Husna akan masuk surga secara tidak langsung memiliki resepsi tersendiri ketika telah masuk di ranah sosial. Resepsi tersebut ternyata memiliki makna yang berbeda ketika dilakukan oleh Jemaah Masjid I’tikaf Baitul Muhajirin. Pembacaan Asma’ al-Husna di masjid tersebut berawal dari keinginan seorang takmir untuk mengenalkan dan mensyiarkan bacaan Asma’ al-Husna, seiring berjalannya waktu majelis tersebut menjadi wasilah untuk berdoa, menjalin silaturrahim, dan nama-nama yang terdapat di dalam Asma’ al-Husna menjadi bekal hidup bagi masyarakat. Artikel ini menggunakan pendekatan fenomenologi, dan teori fungsional sebagai alat untuk menemukan makna yang terkandung di majelis tersebut.