
NEGOSIASI BUDAYA DAN DIALEKTIKA KEKUASAAN DALAM DISKURSUS (POS)KOLONIAL: DISKUSI TENTANG A BACKWARD PLACE KARYA R. P. JHABVALA (Cultural Negotiation and Power Dialectics in (Post)Colonial Discourse: A Discussion on R. P. Jhabvala’s A Backward Place)
Author(s) -
Fitria Mayasari
Publication year - 2017
Publication title -
metasastra
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2503-2127
pISSN - 2085-7268
DOI - 10.26610/metasastra.2016.v9i2.201-210
Subject(s) - dialectic , humanities , sociology , art , anthropology , art history , theology , philosophy
Penyajian sejumlah teks sastra poskolonial berusaha mengubah citra dunia ketiga dalam dikotomi kaku dunia pertama/dunia ketiga, namun malah menunjukkan apa yang disebut Bhabha colonial mimicry di mana permasalahan ‘nativism’ justru mengasingkan isu identitas (origin) dan membentuk situs kekuasaan baru (Gandhi, 1998). Karya-karya Ruth Prawer Jhabvala, khususnya novel A Backward Place, mengindikasikan gejala tersebut. Esai ini membahas negosiasi budaya dan dialektika kekuasaan yang mengaburkan batasan-batasan biner kerangka pemikiran kolonial. Pendekatan yang digunakan dalam analisis adalah pendekatan poskolonial. Analisis dalam esai ini berfokus pada persilangan kedua ideologi yang bertentangan pada ranah publik dan pada ranah domestik. Esai terlebih dahulu memetakan relasi kuasa di antara pribumi dan ekspatriat dalam narasi. Selanjutnya, negosiasi budaya dan dialektika kekuasaan dibahas berdasarkan pemetaan tersebut. Persilangan dua ideologi yang bertentangan dalam pemetaan kekuasaan yang sudah dianalisis menghasilkan narasi yang ambivalen.Abstract: Many of postcolonial texts attempts to change the third world image within the rigid dichotomy first world/third world. However, their presentation ended up being what Bhabha called colonial mimicry in which the problem of ‘nativism’ alienates orginal identity and creates a new power site (Gandhi, 1998). Ruth Prawer Jhabvala’s works, specifically the novel A Backward Place, indicate the exact symptoms. This essay discusses cultural negotiation that blur boundaries between colonial dichotomy using postcolonial approach. Analysis focuses on the crossings of two contradicting ideologies both in public and domestic spheres. First, power relation between the natives and expatriats in the narrative is mapped. Second, cultural negotiation and power dialectics is discussed based on that power relation mapping. The crossings of two conflicting ideologies is making the narrative ambivalent.