
Analisis Yuridis Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Penuntut Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Author(s) -
Yasmirah Mandasari Saragih,
Teguh Prasetyo dan Jawade Hafidz
Publication year - 2018
Publication title -
unifikasi : jurnal ilmu hukum/unifikasi : jurnal ilmu hukum
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2580-7382
pISSN - 2354-5976
DOI - 10.25134/unifikasi.v5i1.763
Subject(s) - political science , humanities , art
Abstrak : Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apa yang menjadi dasar hukum bagi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyidikan dan penuntutan? Apa kendala-kendala yang dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyidikan dan penuntutan dalam tindak pidana Korupsi?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitan yaitu Kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU KPK bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Namun, KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU KPK). Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 UU KPK. Selain kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi, ada hal lain yang menjadi kewenangan KPK yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU KPK dan Pasal 50 UU KPK. Kesimpulan diperlukan pengaturan yang disepakati bersama untuk menghilangkan anggapan adanya tumpang tindih kewenangan dalam hal siapa yang berwenang untuk melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi muncul setelah dikeluarkannya UndangKata Kunci : Penuntut, Tindak Pidana Korupsi.THE ANALYSIS JURIDIS FOR AUTHORITY THE CORRUPTION ERADICATION COMMISSION AS PROSECUTOR TOWARD THE ACTORS OF CORRUPTION Abstract : The increasing uncontrolled corruption in general will bring disaster to the life of national economy and nation and state. The existence of a public report on corruption is not followed up, and all the consequences of the process of handling corruption in a protracted manner without a justifiable reason then the corruption eradication commission takes over the aforementioned and the demands. The purpose of this study is to know and analyze what is the basis law for the authority of the Corruption Eradication Commission to conduct investigations and prosecutions, and what are the constraints faced by the Corruption Eradication Commission to conduct investigations and prosecutions in Corruption. The research method used is juridical normative, the type of data used is secondary data. The result of research is KPK's authority to handle corruption cases regulated in Article 6 letter C of KPK Constitution, that KPK has duty to conduct investigation, investigation and prosecution of corruption crime. However, the KPK has the additional authority of being able to take over the corruption case even though it is being handled by the Police or Prosecutor's Office (Article 8 paragraph (2) of the KPK Constitution). However, the acquisition of such corruption cases must be for reasons set out in Article 9 of the KPK Constitution. In addition to that authority, there is another matter which becomes the authority of KPK that is as regulated in Article 11 and Article 50 of KPK Constitution. The conclusion is that there is a mutually agreed arrangement to dispel the assumption of overlapping authority in terms of who is authorized to prosecute corrupt acts, arising after the issuance of Constitution.Keywords: Prosecutor, Corruption.