
GURU SUSRUSA DALAM TEKS ADIPARWA
Author(s) -
Ida Bagus Subrahmaniam Saitya
Publication year - 2020
Publication title -
kalangwan/kalangwan jurnal pendidikan agama, bahasa dan sastra
Language(s) - French
Resource type - Journals
eISSN - 2686-0252
pISSN - 1979-634X
DOI - 10.25078/klgw.v10i1.1393
Subject(s) - humanities , physics , philosophy
Catur guru berarti empat guru atau orang yang berpengetahuan dan memberikan pencerahan serta mampu untuk mengarahkan orang lain. Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu ( vidya ) dan juga pembagi ilmu. Catur guru terdiri dari guru rupaka , guru pengajian , guru wisesa , dan guru swadyaya . Di dalam ajaran Pañca Nyama Brata terdapat ajaran guru suśrusa . Guru suśrusa berarti mendengarkan atau menaruh perhatian terhadap ajaran-ajaran dan nasihat-nasihat guru. Di dalam teks Ādiparwa diceritakan saat Sang Āruṇika melaksanakan kewajibannya untuk menjaga sawah yang diperintahkan oleh gurunya Bhagawān Dhomya. Murid yang lain, Sang Utamanyu diperintahkan menggembala sapi, dalam melaksanakan tugasnya ia sangat lapar dan haus maka ia minta-minta terhadap orang-orang, namun perbuatan itu dilarang oleh Bhagawān Dhomya. Selanjutnya Sang Utamanyu meminum sisa susu sapi dari anak sapi yang digembala juga dilarang oleh gurunya sehingga ia meminum getah daun waduri yang menyebabkan Sang Utamanyu menjadi buta. Perbuatan tersebut merupakan perwujudan ajaran guru suśrusa yang tulus kepada seorang guru. Ajaran guru suśrusa juga ditunjukkan oleh Sang Weda kepada sang guru. Ia diperintahkan untuk memasak dan menghidangkan berbagai hasil masakannya dan perintah Bhagawān Dhomya dilaksanakan sebaik mungkin. Ajaran guru suśrusa berkaitan erat dengan guru bhakti . Bhakti bukan hanya kepada Tuhan saja, ajaran bhakti juga diterapkan kepada orang tua. Bhīṣma dengan bhakti -nya kepada ayahnya Raja Śantanu rela untuk brāhmacari selama hidupnya dan tidak menjadi raja di Hāstina agar ayahnya dapat mengawini Gandhawati. Wujud bhakti kepada orang tua juga ditunjukkan oleh Sang Garuḍa untuk membebaskan ibunya Dewi Winatā dari perbudakkan yang dilakukan oleh Dewi Kadrū berserta anak-anaknya.