z-logo
open-access-imgOpen Access
PERANCANGAN HUNIAN SEWA UNTUK MILENIAL DI PADEMANGAN
Author(s) -
Fanuel Fang,
Rudy Surya
Publication year - 2020
Publication title -
jurnal sains, teknologi, urban, perancangan, arsitektur
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2685-6263
pISSN - 2685-5631
DOI - 10.24912/stupa.v1i2.4452
Subject(s) - renting , slum , urbanization , government (linguistics) , revenue , business , work (physics) , geography , economy , economic growth , political science , sociology , economics , engineering , finance , law , population , mechanical engineering , linguistics , philosophy , demography
Urbanization has become a common phenomenon in big cities, with the exception of Jakarta. Urbanites (the name for people who are urbanizing) usually come to Jakarta to get jobs with higher wages than their home regions. Although the cost of living in Jakarta is relatively expensive, large revenues are the main focus for them. This is what has contributed to the emergence of slums in the capital, as happened in Pademangan Barat Village. The majority of migrants dominated by millennials work as shop employees in Mangga Dua and labor convection. They occupy semi-permanent buildings in narrow alleys, even to the extent that they fill along the edge of the railroad tracks that pass in Pademangan, which should be a green line. The existence of such housing makes the West Pademangan Area seem dingy, crowded with buildings, and loses its green space. This is because the rental price is cheap and sufficient to meet the needs of residents who only need a temporary resting place. The government has actually provided low-cost flats in Kemayoran, but it seems influential in reducing these slum dwellings. Vertical rental housing which simultaneously provides shared facilities also plays a role as a green space to compensate for the density of buildings in Pademangan. So that not only intended for residents, but also can be used by the surrounding residents, where analyzed by the author to be located in 10th RW (citizen association) of Pademangan Barat. AbstrakUrbanisasi telah menjadi fenomena yang umum terjadi di kota besar, tanpa terkecuali Jakarta. Kaum urban (sebutan untuk orang yang melakukan urbanisasi) biasanya datang ke Jakarta untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah lebih tinggi dibandingkan daerah asal mereka. Karenanya, pengeluaran selama berada di Jakarta diminimalisir sebisa mungkin, termasuk dalam hal memilih tempat tinggal sementara. Hal inilah yang ikut mengakibatkan munculnya pemukiman kumuh di ibukota, sebagaimana yang terjadi di Kelurahan Pademangan Barat. Para pendatang yang didominasi generasi milenial ini mayoritas berprofesi sebagai karyawan toko di Mangga Dua dan buruh konveksi. Mereka menempati bangunan semi dan non-permanen di gang-gang sempit, bahkan hingga memenuhi sepanjang pinggir rel kereta api yang melintas di Pademangan, dimana semestinya merupakan jalur hijau. Keberadaan hunian seperti inilah yang membuat Kawasan Pademangan Barat terkesan kumuh, padat dengan bangunan, dan kehilangan ruang hijaunya. Meski hanya berupa bangunan berbahan triplek kayu yang menumpang di dinding pembatas rel kereta, namun kamar-kamar yang disewakan ini begitu diminati bahkan hingga kelebihan kapasitas. Hal ini dikarenakan harga sewanya yang murah dan cukup untuk memenuhi kebutuhan penghuni yang hanya memerlukan tempat beristirahat sementara. Pemerintah sebenarnya telah menyediakan rumah susun murah di Kemayoran, namun tampaknya berpengaruh dalam mengurangi hunian kumuh ini. Hunian sewa vertikal yang sekaligus menyediakan fasilitas bersama, turut berperan sebagai ruang hijau untuk mengimbangi kepadatan bangunan yang ada di Pademangan. Sehingga tidak hanya diperuntukkan bagi penghuni, namun juga dapat digunakan oleh warga sekitarnya, dimana berdasarkan analisa penulis berlokasi di RW 10 Kelurahan Pademangan Barat.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here