Open Access
KAMPUNG LEUSER: TANTANGAN DAN PROSPEK SEBUAH PERMUKIMAN INFORMAL DI KEBAYORAN BARU
Author(s) -
Roberto Roberto,
Erwin Fahmi
Publication year - 2021
Publication title -
jurnal muara sains, teknologi, kedokteran, dan ilmu kesehatan
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2579-6410
pISSN - 2579-6402
DOI - 10.24912/jmstkik.v5i2.8303
Subject(s) - eviction , expropriation , baru , certificate , human settlement , political science , geography , business , law , public administration , archaeology , algorithm , islam , computer science
Kebayoran Baru was a well-planned new town. However, over time, Kebayoran Baru has been transforming, whether it is planned or not. One form of transformation in Kebayoran Baru has been the presence of informal settlements, such as those on Jalan Leuser. The kampong, which is claimed by its residents has been inhabited since 1955, has faced various challenges along the way, one of which is the threat of land expropriation and eviction. The threat of eviction stems from a land dispute involving the residents of Kampung Leuser as the party occupying the land and PAM Jaya as the party who claims to have rights to the land. Equiped with an HGB certificate under its name, PAM Jaya in 2016 requested residents to leave the land immediately. Residents who claimed to have lived on the land for more than 60 years firmly rejected PAM Jaya's claim and fought back. This study uses a qualitative research approach and a semi-autonomous social field perspective, aiming to understand the challenges of effective citizen control over the land and the prospects for future settlements. The challenges are formulated based on the background of the people's control over the land, the process, and its development until now. Meanwhile, prospects are presented through possible scenarios, either pessimistic, moderate, or optimistic scenarios. The results show that until now (2019), four years after the eviction plan began, Kampung Leuser still survives. In fact, the residents have also sued BPN as the party that issued the HGB certificate for PAM Jaya. This proves that the survival of Kampung Leuser is not impossible. Of the three scenarios that can be pursued in the future, the moderate scenario can provide a sense of justice for various parties. Furthermore, this dispute is expected to provide a lesson for the field of regional and urban planning, both practically and theoretically, regarding solutions in the management of informal settlements, both in the new city of Kebayoran Baru, as well as in other new cities in Indonesia.Keywords: informal settlements; semi-autonomous social field; Kampung Leuser – Kebayoran Baru AbstrakKebayoran Baru merupakan kota baru yang direncanakan dengan baik. Namun, seiring berjalannya waktu, Kebayoran Baru mengalami transformasi, baik direncanakan maupun tidak. Salah satu bentuk transformasi di Kebayoran Baru adalah hadirnya permukiman informal, seperti yang antara lain berada di Jalan Leuser. Kampung yang diklaim oleh warga telah dihuni sejak 1955 ini, dalam perjalanannya mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah ancaman pengambil-alihan lahan dan penggusuran. Ancaman penggusuran ini bermula dari sengketa tanah yang melibatkan pihak warga Kampung Leuser selaku pihak yang menempati lahan dan PAM Jaya selaku pihak yang mengklaim memiliki hak atas lahan tersebut. Berbekal sertifikat HGB atas namanya, pihak PAM Jaya pada 2016 meminta warga untuk segera meninggalkan lahan tersebut. Warga yang mengaku sudah tinggal di lahan tersebut sejak lebih dari 60 tahun dengan tegas menolak klaim pihak PAM Jaya dan melakukan perlawanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan perspeltif semi autonomous social field, bertujuan untuk memahami tantangan penguasaan efektif warga atas tanah tersebut, dan prospek permukimannya ke depan. Tantangan dirumuskan melalui latar belakang penguasaan warga atas lahan tersebut, proses, dan perkembangannya hingga saat ini. Sementara, prospek disajikan melalui skenario jalan keluar yang dapat ditempuh, baik skenario pesimis, moderat, maupun optimis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga saat ini (2019), empat tahun setelah rencana penggusuran bermula, Kampung Leuser masih bertahan. Bahkan, pihak warga juga sudah menggugat BPN selaku pihak yang mengeluarkan sertifikat HGB untuk PAM Jaya. Hal ini membuktikan bahwa bertahannya eksistensi Kampung Leuser bukanlah hal yang tidak mungkin. Dari tiga skenario yang dapat ditempuh ke depan, maka skenario moderat dapat memberikan rasa keadilan bagi berbagai pihak. Lebih jauh diharapkan sengketa ini dapat menjadi pembelajaran bagi bidang ilmu perencanaan wilayah dan kota baik secara praktis maupun teoritis mengenai solusi dalam pengelolaan permukiman informal, baik di kota baru Kebayoran Baru, maupun di kota-kota baru lainnya di Indonesia.