
TIKUS SEBAGAI SUMBER KALORI BAGI MANUSIA PURBA LIANG BUA, FLORES BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR
Author(s) -
Ni Luh Gde Dyah Mega Hafsari
Publication year - 2017
Publication title -
forum arkeologi/forum arkeologi
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2527-6832
pISSN - 0854-3232
DOI - 10.24832/fa.v30i2.199
Subject(s) - geography , cave , archaeology
Liang Bua Cave reserved evidences of human evolution in form of different species hominins called Homo floresiensis, lived by hunting and gathering. This study aims to describe the utilization of rats as the source of calories for Homo floresiensis. The data in this study are gathered through literature review, observation of the excavation result, and interview. Analysed by qualitative analysis method and zooarchaeology analysis. Ecological theory and subsistence theory are used as the rationale for reviewing how the utilization of environmental resources was done by human in the past. These rats remains are discovered on the same layer as Homo floresiensis and associated with lithic artifacts. Therefore, it is assumed that Homo floresiensis hunted these faunas to sustain its life. A giant rat is the most possible consumed species due to its size which is smaller than the hominins, yet considerably big to fulfil the needs of calories of the hominin. Situs Liang Bua menyimpan bukti-bukti evolusi manusia dalam bentuk temuan hominin dari spesies yang berbeda yaitu Homo floresiensis, yang hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan tikus sebagai sumber kalori oleh Homo floresiensis. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian pustaka, pengamatan hasil ekskavasi, dan wawancara. Analisis menggunakan metode kualitatif dan zooarkeologi. Teori ekologi dan teori subsistensi digunakan sebagai dasar pemikiran mengenai pemanfaatan sumber daya lingkungan untuk sumber makanan manusia di masa lalu. Temuan tulang tikus ditemukan pada lapisan yang sama dengan Homo floresiensis dan berasosiasi dengan artefak litik sehingga diasumsikan bahwa Homo floresiensis melakukan perburuan terhadap tikus dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Temuan tulang dari jenis tikus besar paling mungkin dijadikan hewan buruan untuk dikonsumsi karena ukurannya yang lebih kecil dari Homo floresiensis namun cukup besar untuk memenuhi kebutuhan kalori hominin tersebut.