
KONTESTASI PARA WARIA DALAM PERTUNJUKAN KETOPRAK LAKON ANDE ANDE LUMUT OLEH PAGUYUBAN SENI SEDAP MALAM SRAGEN: SEBUAH KAJIAN PERFORMATIVITAS GENDER
Author(s) -
Wahyudi
Publication year - 2019
Publication title -
tonil: jurnal kajian sastra, teater dan sinema/tonil
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2685-8274
pISSN - 1411-6464
DOI - 10.24821/tnl.v16i2.3238
Subject(s) - humanities , art , gender studies , femininity , sociology
Abstrak: Penelitian ini menganalisis performativitas para waria dalam menunjukkan identitas dan pilihan gender mereka. Kajian ini menggunakan teori performativitas gender Judith Butler, di mana identitas dianggap sebagai sebuah performansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan ketoprak Sedap Malam merupakan kontestasi para waria. Para waria berlomba-lomba untuk menunjukkan kualitas kefeminitasannya. Kontestasi itu dilakukan dengan aksi, ekspresi, gestur, dandanan, pakaian, dan semua tindakan para waria yang dilakukan secara heboh dan berlebihan. Kehebohan itu dilakukan untuk meneguhkan keperempuanannya, karena selamanya mereka dihantui bahwa meskipun gendernya adalah feminin, tetapi masyarakat tetap melihat berdasarkan sex. Oleh karena itu mereka akan terus meyakinkan masyarakat bahwa dirinya adalah perempuan. Peneguhan yang menggebu-gebu atas kefeminitasannya itu dilakukan secara hiperbolis bahkan terkadang menjadi sangat ekstrim. Kata kunci: Sedap Malam, waria, ketoprak, dan performativitas gender Abstract: This study analyzed the performance of transvestites in showing their gender identity and choices. This study used Judith Butler's (1993) gender performance theory, where identity is considered as a performance. The results showed that the Sedap Malam ketoprak performance was a contestation for transvestites. The transvestites are competing to show the quality of their femininity. The contestation was carried out with splashy actions, expressions, gestures, make-up, clothes, and all the transvestites behavior were carried out exaggerate. The excitement was carried out to strengthen their womanhood because they were always haunted that even though their gender was feminine, people continued to look them based on their born-sex. Therefore they will continue to convince the public that they are women. Enthusiastic affirmation of their enthusiasm was done hyperbolically and sometimes even very extreme. Key words: Sedap Malam, transvestites, ketoprak, gender performativity