z-logo
open-access-imgOpen Access
Rerahsa
Author(s) -
Tri Anggoro
Publication year - 2017
Publication title -
joged
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2655-3171
pISSN - 1858-3989
DOI - 10.24821/joged.v7i1.1592
Subject(s) - art , humanities
Rerahsa merupakan sebuah karya tari kelompok yang ditarikan tujuh orang penari putra. Tari ini merupakan penuangan ide serta kreativitas dari rangsang kinestetik dan rangsang gagasan yaitu pengalaman empiris penata yang pernah berproses dengan tuna daksa sehingga menginspirasi penata untuk mengangkat tokoh pewayangan yaitu Gareng dengan dasar gerak yaitu gerak tidak wajar (cacat) dalam dasar tari tradisi Jawa gaya Yogyakarta. Fokus karya ini lebih kepada esensigerak cacat dan lebih memainkan ekspresi. Alasan penata mengambil tokoh Gareng karena Gareng ini merupakan salah satu simbol contoh kepemimpinan yang dapat memberikan contoh baik kepada generasi penerus saat ini, karena cacat fisik bukanlah hal yang memalukan, justru dapat memotivasi hidup untuk menjadi lebih baik. Menurut penata, dari masa ke masa seorang pemimpin sudah tidak lagi memiliki watak/sifat seperti tokoh Gareng, sehingga menjadi salah satu motivasi penata untuk menggarap karya Rerahsa ini.Pada karya ini terdiri dari 3 adegan. Pada introduksi penata membicarakan Gareng sebagai abdi/pamong. Pada adegan 1 lebih fokus kepada studi gerak gareng dengan berbagai karakter, sedangkan adegan 2 membicarakan 3 poin, yaitu Gareng yang lupa akan titahnya sebagai pamong, membicarakan ketika Gareng menjadi Raja, dan imajinasi Gareng terhadap wanita pujaannya yaitu Dewi Saradewati. Pada adegan 3, penata membicarakan sosok Gareng yang kembali ke perenungan dan berintrospeksi diri.Diharapkan dengan adanya karya cipta tari ini, masyarakat dan penonton dapat mengerti dan memahami bahwa janganlah memandang orang sebelah mata, jangan melihat dari segi fisik, namun lihatlah orang dari hatinya, sebagaimana yang digambarkan oleh sosok Gareng ini.  Rerahsa is a group dance work which danced by seven male dancer. This dance is the way of pouring ideas and creativity from kinesthetic stimuli and notion stimuli, namely the idea of empirical experience by the stylist who ever proceed with the disabled so as to inspire the stylist to lift the puppet characters named Gareng, as the basic of the unnatural motion (defects) in basic Javanese traditional dance, Yogyakarta’s style. The focus of this work is the essence of defects motion and plays more expressions. The stylist takes Gareng as one of the leadership symbols that can provide a good example to the next generation nowadays, to show that a physical disability is not a shameful thing; it can motivates our life to be better. According to the stylist, a leader nowadays has no longer Gareng characteristics, thus becoming one of the stylist motivations to work on this Rerahsa work.This work consists of three scenes. In the introduction, the stylist indicates Gareng as servants / officials. Scene one is focusing on the study of Gareng’s motion with various characters, while the second scene is talking about three points. The first one is when Gareng who forgot his position as officials, the second one is when Gareng became a king, and the last one is about Gareng imagination against his female idol, goddess Saradewati. In the third scene, the stylist discusses Gareng who returns to self-reflection and introspection.Hopefully by this dance artworks, the public and the audience can see and understand to do not judge the book from the cover, do not judge someone by the physical looking, but look at their heart, as is illustrated by the figure of Gareng. 

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here