
BENTUK PENYAJIAN TARI LUKAH GILO DI MASYARAKAT SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT
Author(s) -
Devi Kurnia Santi
Publication year - 2019
Publication title -
joged
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2655-3171
pISSN - 1858-3989
DOI - 10.24821/joged.v10i1.2809
Subject(s) - humanities , art
Tari Lukah Gilo merupakan salah satu kesenian yang hidup dan berkembang di Sijunjung, Sumatera Barat yang syarat dengan kekuatan supranatural dan unsur magis. Tari ini menggunakan lukah (bubu) sebagai properti utamanya. Pada dasarnya, tarian ini berupa kontrol atau pengendalian lukah (bubu). Keunikan pada tarian ini terletak pada properti lukah yang dapat menari dan bergerak sendiri setelah dibacakan mantera oleh kulipah, sehingga lukah tersebut akan melompat dan juga menari tanpa digerakkan oleh seseorang. Masalah dalam penelitian ini adalah bentuk penyajian tari Lukah Gilo di masyarakat Sijunjung, Sumatera Barat. Dalam membedah masalah yang ada, penelitian ini menggunakan metode deskripsi analisis dengan menggunakan pendekatan antropologi sebagai konteks dalam melihat keberadaan tari Lukah Gilo, yang dipengaruhi oleh aspek sosial, budaya, sejarah, latar belakang dan masyarakat pendukungnya. Untuk membedah bentuk penyajian tari dengan melihat analisis bentuk penyajian tari Lukah Gilo melihat tiga tahap proses pertunjukan, yaitu (1) proses persiapan yang meliputi mempersiapkan lukah, lukah direndam, lukah dipakaikan baju dan dirias, (2) pelaksanaan atau pementasan dipimpin oleh kulipah dengan menghadirkan jin untuk meng-gilo-kan lukah, (3) penutup untuk mengembalikan para jin ke tempat semula saat dipanggil. Berdasarkan hasil yang diperoleh, penyajian tari Lukah Gilo menarik dikarenakan tarian ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, akan tetapi juga untuk menguji ketangkasan dari anak-anak muda dan masyarakat Minang dalam mengontrol lukah yang sudah diberi mantera. Bentuk penyajian juga telah mengalami banyak perkembangan, terlihat pada penggunaan kostum dan alat musik sebagai iringannya. Meskipun bertentangan dengan agama Islam, namun tari Lukah Gilo tetap berada pada undang-undang adat, yaitu adat nan diadatkan sebagai warisan nenek moyang, dan tidak bertentangan dengan falsafah adat Minangkabau “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Lukah Gilo dance is one of the arts that is alive and thriving in the Sijunjung, West Sumatera that terms with supernatural powers and magical elements. This dance used lukah (bubu) as its main property. Basically, this dance form’s the control of lukah (bubu). The uniqueness of this dance lies in lukah’s property who’s can dance or moves on its own after the spell was recited by kulipah. The problem in this research is a presentation form of Lukah Gilo dance in Sijunjung society, West Sumatera. In dissecting the problem, this research using the method of the description of the analysis with the use of anthropology approach as context in view of the existence of the Lukah Gilo dance which is influenced by social, cultural, history, background, and community supporters. To dissect the form of the presentation of dance by looking at the analysis of the presentation form of Lukah Gilo dance sees three stages of the show process, (1) the preparatory process which includes preparing lukah, soaked the lukah, lukah wearing costume and applied makeup, (2) the implementation or performance is led by kulipah for presenting jin, (3) cover to restore the jin to the original place when called. Based on the results obtained, presenting of Lukah Gilo dance are interesting, because the dance is not only serves as an entertainment, but also to test the agility of young kids and Minang’s society in controlling lukah already given a mantra. The presentation form also has undergone many developments, looks at the use of costume and musical instruments as accompaniment. Although contrary to Islam religion, but Lukah gilo dance remains on customary law, there is adat nan diadatkan as the inheritance of the ancestors, and doesn’t conflict with the Minangkabau philosophy “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.