z-logo
open-access-imgOpen Access
Hak Anak Laki-Laki yang Melangsungkan Perkawinan Nyentana
Author(s) -
I Gusti Agung Ayu Putu Cahyania Tamara,
Rachma Fitriyanti Nasri,
Rizka Wulan Pravitasari,
Moza Fausta
Publication year - 2019
Publication title -
kanun
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2527-8428
pISSN - 0854-5499
DOI - 10.24815/kanun.v21i2.13220
Subject(s) - humanities , political science , law , art
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan hukum bagi anak laki-laki sebagai ahli waris yang melangsungkan perkawinan nyentana menurut hukum adat Bali sehingga mengakibatkan status dari anak laki-laki tersebut berubah yang awalnya berstatus purusa menjadi pradana. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang dan kasus hukum. Penelitian ini mengkaji Putusan PN Gianyar Nomor 55/Pdt.G/2014/PN.Gin berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat Bali pada umumnya menggunakan sistem kekeluargaan patrilineal, namun dengan melangsungkan perkawinan nyentana maka menggunakan sistem kekeluargaan matrilineal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang melangsungkan perkawinan nyentana sehingga statusnya menjadi pradana termasuk dalam kategori ninggal kedaton terbatas, artinya bahwa pihak pradana juga bisa memperoleh haknya sebagai ahli waris sekaligus tetap menjalankan kewajibannya sebagaimana yang dilakukan oleh pihak purusa. A Male Rights Who Did Nyentana Marriage This study aims to analyses the legal position of a male as heirs who perform Nyentana marriages according to Balinese customary law, which causes the status of the man changing from being Purusa to Pradana. This study uses a normative juridical method, with a legal approach and a legal case. This study examines the Decision of the Gianyar District Court Number 55/Pdt.G/2014/ PN.Gin based on the Decision of the Main Assembly of Pakraman Village Bali Number 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. This study found that Balinese people generally used the Patrilineal family system, but by holding Nyentana marriage the Matrilineal family system was implemented. The results showed that male who carry out Nyentana marriages so that their status as Pradana was included in ‘Ninggal Kedaton terbatas’ category, meaning that Pradana could also obtain their rights as heirs while continuing to run their obligations as the Purusa do.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here