
FATWA SATWA (KAJIAN FIQH DAN HUKUM POSITIF TENTANG PERBURUAN SATWA)
Author(s) -
Fachrurazi Fachrurazi,
Yusuf Yusuf
Publication year - 2017
Publication title -
al-maslahah
Language(s) - English
Resource type - Journals
ISSN - 2502-8367
DOI - 10.24260/almaslahah.v13i1.920
Subject(s) - indonesian , islam , sharia , government (linguistics) , context (archaeology) , ethnology , humanities , geography , political science , law , art , history , archaeology , philosophy , linguistics
Hunting animals is a strategy of gaining food to survive. This activity is not only done by traditional people but also done by modern ones, yet they have different techniques and tools for hunting. Islam has rules for such activity (ash-shoid) according to Al-Quran, Hadith, Ijma, and Qiyas. Besides, Indonesian government regulates the activity through an act number 5 of 1990 about natural souces and ecosystem conservation. The resuts of reseach show that according to sharia, hunting is intended to fulfil human’s need for food but by avoiding haraam preys in order to obey the alminghty Allah. Meanwhile, Indonesian government regulates hunting activity through an act number 13 of 1994. Even though sharia and the act of hunting have some differences but both rules show that Islam and Indonesian govement have common perceptions in which animals may be hunted for food and other purposes but they must be protected from over exploitation. Therefore, according to Islamic context, human as khalifah fil ardh and as good Indonesian citizen should follow the rules to maintain the balance life cycle.Keywords : Prey, Hunting Place, Hunting Season, Hunter, Hunting Tools. AbstrakBerburu binatang (satwa) merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Aktifitas berburu ini bukan hanya dilakukan oleh manusia zaman dahulu saja, tetapi juga tetap dilakukan hingga zaman sekarang. Yang berbeda hanya cara yang dilakukan, alat dipergunakan, dan berbagai ragam binatang dijadikan buruan. Islam memberikan tata aturan (hukum) yang berhubungan dengan perburuan (ash-shoid) dengan bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadis, ditambah dengan Ijma` dan Qiyas (fiqh). Hukum positif Indonesia juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan berburu melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Hukum Islam perlu mengatur perburuan agar manusia mendapatkan yang terbaik dalam hal makanan dan untuk menguji manusia dalam hal ketatan kepada Allah SWT. Demikian juga dalam hukum positif, peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru menjadi dasar hukum dalam kegiatan berburu di Indonesia. Walaupun antara kedua aturan tersebut (hukum Islam dan Hukum Positif) terdapat beberapa perbedaan, namun keduanya juga mempunyai beberapa bentuk persamaan yang menunjukkan bahwa agama (Islam) dan negara ini mempunyai semangat yang sama bahwa satwa merupakan salah satu entitas yang ada di dunia ini yang walaupun dalam beberapa hal boleh dimanfaatkan oleh manusia (makan, menunggangi, dan lain-lain) namun bukan berarti harus dieksploitasi sehingga mengancam eksistensi dan ekosistem dari satwa tersebut. Maka oleh sebab itu lah, dalam konteks Islam manusia sebagai khalifah fil ardh, Islam dengan fiqh-nya dan negara dengan hukumnya, perlu mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perburuan satwa demi menjaga siklus kehidupan di dunia ini bisa berjalan seimbang.Kata Kunci : satwa buru, tempat buru, musim buru, pemburu dan alat berburu