
TINJAUAN NORMATIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Author(s) -
Dian Ety Mayasari
Publication year - 2017
Publication title -
refleksi hukum
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2541-5417
pISSN - 2541-4984
DOI - 10.24246/jrh.2017.v1.i2.p175-190
Subject(s) - humanities , sanctions , political science , law , philosophy
Seorang istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dengan pelaku adalah suaminya sendiri menunjukkan adanya ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri dalam menjalani kehidupan berumah tangga, padahal hak dan kewajiban suami istri sudah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sebagai pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga maka suami tidak dapat lepas dari sanksi pidana yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, oleh sebab itu istri sebagai korban yang mengalami kerugian dari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga harus berani untuk mengadukan tindakan suaminya ke pihak kepolisian agar bisa diproses secara hukum dengan harapan apabila sudah dijatuhkan sanksi pidana bisa memberi efek jera pada pelaku sehingga tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dan tujuan perkawinan bisa tercapai. Domestic violence perpetrated by a husband to his wife reflects the absence of balanced rights and obligations in the household as stipulated in Law No. 1 of 1974 on Marriage. Although it occurs within the domestic sphere, the husband who perpetrates domestic violence does not escape from the threat of criminal sanctions as stipulated in Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. Therefore, a wife who becomes a victim of domestic violence should not hesitate to file a report with the relevant police department concerning her husband’s abusive action so that legal proceedings are performed and ultimately criminal sanctions conferred. It is expected that the criminal sanction provides a deterrent effect. Hopefully, the perpetrator will not repeat his actions and thus the purpose of creating a happy family in a marriage can be achieved.