
KRIMINALISASI BERLEBIH (OVERCRIMINALIZATION) DALAM KRIMINALISASI KORUPSI
Author(s) -
Marthen H. Toelle
Publication year - 2015
Publication title -
refleksi hukum
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2541-5417
pISSN - 2541-4984
DOI - 10.24246/jrh.2015.v9.i2.p113-132
Subject(s) - political science , humanities , philosophy
Abstrak Artikel ini berargumen bahwa kriminalisasi dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah praktik kriminalisasi berlebih. Praktik kriminalisasi berlebih pada hakikatnya adalah keputusan menetapkan suatu tindakan sebagai tindak pidana dalam undang-undang tanpa didukung oleh alasan yang memadai. Dalam kontrak dengan pemerintah, perlindungan terhadap keuangan negara sudah memadai sehingga tindakan merugikan keuangan negara tidak perlu dikriminalisasi atau dipidana berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.Abstract This article argues that the criminalization stipulated in Articles 2(1) and 3 of the Indonesian Anti-Corruption Act is overcriminalization. Overcriminalization is, in essence, the decision to criminalize certain behaviour without being supported by adequate reasons. In government contracts, the protection over State budget has been properly established, therefore any State budget loss should not necessarily be criminalized according to Articles 2 (1) and 3 of the Indonesian Anti-Corruption Act.