Open Access
DILEMA PELEMBAGAAN PARTAI GOLONGAN KARYA (GOLKAR) DI TINGKAT LOKAL: FENOMENA POLITIK KLAN
Author(s) -
Muhammad Ridha
Publication year - 2017
Publication title -
cosmogov/cosmogov : jurnal ilmu pemerintahan
Language(s) - Uncategorized
Resource type - Journals
eISSN - 2540-8674
pISSN - 2442-5958
DOI - 10.24198/cosmogov.v2i1.11855
Subject(s) - political science , humanities , art
Tulisan ini dimulai dari keresahan penulis mengenai fenomena politik klanyang banyak bermunculan di Indonesia, justru ketika Indonesia pada kenyataanyyasedang dalam proses demokratisasi. Harus diakui bahwa, fenomena politik klanmembangun sebuah paradoks dalam proses demokratisasi di Indonesia. Namunpada tulisan ini, penulis mencoba untuk fokus kepada keterkaitan antara politikklan dengan institusionalisasi partai politik, dengan melihat partai Golkar sebagaisebuah arena dimana politik klan dan institusionalisasi partai bertemu.Pertemuan antara politik klan dan institusionaisasi partai ini dapat terjadi diPartai Golkar, karena disamping keberhasilan partai Golkar untuk bertahan dalamgelombang demokratisasi dan transformasinya dari organisasi penyokong rezimotoriter Orde Baru menjadi partai politik yang demokratis, dimana keberhasilanitu bisa dikatakan akibat dari adanya institusionalisasi partai yang baik, justru ditingkat daerah atau dalam istilah Partai Golkar, Dewan Pimpinan Daerah (DPD),banyak sekali terjadi praktik politik klan yang dari sudut pandang konsepInstitusionalisasi partai adalah sebuah paradoks.Kesimpulan dari tulisan ini adalah, politik klan dapat muncul dalam prosesdemokratisasi internal partai Golkar akibat dari, pertama, demokrasi di Indonesiayang membutuhkan biaya sangat mahal yang membuat partai membutuhkandukungan finansial yang mumpuni dengan memanfaatkan kader-kader di daerahyang tergolong kepada local strongman yang memiliki akses kepada modalekonomi dan juga modal sosial. Kedua, adanya ketidaksiapan publik menghadapiperubahan yang dibawa oleh demokratisasi, ketika mereka sudah terbiasa selama32 tahun berada dalam baying-bayang rezim otoriter Orde Baru untuk memilihseseorang dalam pemilu berdasarkan hubungan patron-klien