
KIPRAH LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF NASIONAL BAGI PENCIPTA DAN PELAKU MUSIK DI INDONESIA
Author(s) -
Laina Rafianti,
Aam Suryamah,
Jeremia Lumban Tobing
Publication year - 2017
Publication title -
justitia et pax/justitia et pax
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2541-3007
pISSN - 0852-1883
DOI - 10.24002/jep.v32i2.1349
Subject(s) - humanities , political science , art , advertising , business
Revision on Copyright Law Year 2014 established the National Collective Management Societies. The previous Law did not provide Collective Management Societies (CMO) thus, collecting royalties became problems between CMO and users. On the other side of the coin, users such as restaurant, hotel, karaoke, was unconvinient because of the collect of royalty by more than one CMO. Through this new legislation, the CMOregulation becomes more clearly but it is still having problem, such as, first, the position of National CMO in its relationship with CMO in collecting and distribute royalty. And, second, how royalty collecting meet user’s fairness.Keywords: Collective Society, Copyright, Neighboring Right.INTISARIPerubahan dalam UUHC Tahun 2014 salah satunya adalah amanat pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Sebelum berlakunya undang-undang ini, peran LMK sebagai lembaga dalam pengelolaan Royalti seringkali dipertanyakan. Di sisi lain, Pengguna seperti restoran, hotel, karaoke, sering dirugikan dengan adanya penarikan berkali-kali yang dilakukan oleh LMK. Melalui UUHC Tahun 2014, keberadaannya menjadi lebih tegas namun tidak luput dari masalah yang dihadapi, antara lain mengenai kedudukan LMKN sebagai pengelola Royalti Hak Cipta dan Hak Terkait lagu dan/ atau musik; dan mengenai penarikan Royalti Hak Cipta dan Hak Terkait lagu dan/ atau musik yang adil bagi pengusaha Pengguna.Kata Kunci: LMK, Hak Cipta, Hak Terkait