z-logo
open-access-imgOpen Access
Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan: Adaptasi, Konflik dan Dinamika Sosio-Ekologis
Author(s) -
Rita Rahmawati,
Dian E Idris Gentini
Publication year - 2008
Publication title -
sodality: jurnal sosiologi pedesaan
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2302-7525
pISSN - 2302-7517
DOI - 10.22500/sodality.v2i2.5886
Subject(s) - political science , humanities , art
Masyarakat Kasepuhan merupakan masyarakat adat Sunda yang hidup di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun - Salak (TNGHS). Masyarakat adat ini mempunyai kekhasan dalam mengatur kehidupan warganya dalam berelasi dengan alam. Melalui konsep pancer pangawinan masyarakat mensandarkan kehidupannya pada keterikatan atas tanah. Permasalahannya sekarang adalah sejak diterbitkannya kebijakan perluasan Taman Nasional melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003, tanah yang dulu dikuasai oleh masyarakat berubah status menjadi tanah Taman Nasional. Perubahan status tanah tersebut menyebabkan hilangnya akses masyarakat terhadap tanah. Kondisi ini menempatkan masyarakat pada kondisi konflik dengan Pengelola TNGHS. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivisme (Denzin, 2000). Teknik pengumpulan data melalui indepth interview, observasi partisipan, dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil dan temuan penelitian menunjukkan adanya pengetahuan lokal masyarakat Kasepuhan dalam hal mengatur kelestarian lingkungan dan bagaimana lingkungan tersebut dapat memberi manfaat untuk kehidupan masyarakat. Misalkan dengan adanya konsep Ibu Bumi, Bapak Langit dan Guru Mangsa, Leuit dan Wewengkon Hutan. Pengetahuan ini telah dikembangkan secara turun temurun dan mengatur relasi masyarakat dengan alam (hutan). Namun pertarungan pengetahuan masyarakat lokal dan pengelola TNGHS telah menyebabkan teralienasinya pengetahuan lokal tersebut. Dengan mengacu pada konsep Escobar (1999), maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan lokal dalam mengelola sumber daya alam dapat dipandang sebagai rezim alam organik, dimana sejak diberlakukannya SK Menteri Kehutanan tentang perluasan TNGHS, masyarakat lokal dengan alam organiknya sedang berhadapan dengan pengelola TNGHS selaku rezim alam negara yang dalam prakteknya bertumpu pada pengetahuan kapitalis dan tekno, dalam memperjuangkan hak akses atas tanah.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here