
PELUANG DAN TANTANGAN SARJANA SYARIAH DALAM MENGGELUTI PROFESI ADVOKAT PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003
Author(s) -
Muslim Zainuddin
Publication year - 2016
Publication title -
petita
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2549-8274
pISSN - 2502-8006
DOI - 10.22373/petita.v1i1.82
Subject(s) - sharia , political science , law , humanities , management , theology , islam , art , philosophy , economics
Before the establishment of Act Number 18 of 2003 on the Advocate, the graduates from faculty of Sharia were treated unequal in law profession instead of law faculty’s students. The establishment of Act Number 18 of 2003 on the Advocate give chances for sharia faculty’s graduate to professionally become advocate. However this chance has not significantly been used by sharia’s graduates. The figure showed in 2007 that only seven of sharia’s graduates became advocate. The hesitation of choosing advocate has been caused by unwilling to do a vows profession, and also unable to hear public censure. It is also caused by curriculum earned in sharia faculty has not been integrated with other legal professions. Financially, advocate incomes has no certainty in term of sustainability. In society perspective being a civil servant are more promising rather than an advocate. Thus the sharia advocate association (APSI) has significant role to promoting and motivating sharia’s graduate to become advocate.
Abstrak. Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, lulusan fakultas syariah diperlakukan diskriminatif daripada lulusan fakultas hukum. Setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat memberi peluang alumni fakultas syariah untuk bergabung menjadi advokat. Peluang tersebut tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, tapi masih disia-siakan oleh lulusan fakultas syariah. Pada tahun 2007 dari 1137 calon advokat hanya 7 orang yang berasal dari sarjana syariah. Keengganan memasuki dunia advokat dikarenakan tidak berani melaksanakan sumpah profesi advokat dan tidak sanggup menerima celaan dari masyarakat. Di samping itu kurikulum yang diajarkan di fakultas tidak terkoneksi dengan bantuan hukum lainnya. Secara finansial pendapatan advokat juga tidak menentu, ditambah lagi profesi sebagai pegawai negeri sipil lebih menjanjikan dalam opini masyarakat umumnya. Peran Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia memiliki kontribusi besar dalam rangka menggalakkan lulusan fakultas syariah untuk memasuki profesi advokat serta memotivasi supaya tertarik bergabung ke dalam profesi ini.
Kata Kunci: sarjana, syariah, advokat