
Hukum Pidana Di Provinsi Aceh Analisis Terhadap Dampak Penerapan Qanun Syari’at
Author(s) -
Jamhir Jamhir
Publication year - 2019
Publication title -
jurnal justisia/jurnal justisia
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
eISSN - 2614-5642
pISSN - 2541-4682
DOI - 10.22373/justisia.v4i2.5964
Subject(s) - humanities , philosophy , political science , physics
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berlakunya syari`at Islam di NAD tidak berimplikasi kepada munculnya dualisme hukum pidana. Hukum pidana Islam yang berlaku di NAD baru sebagian kecil saja, yaitu; 1). Tentang Pelaksanaan Syari`at Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syi`ar Islam yang diatur oleh Qanun Nomot 11 Tahun 2002, 2). Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya yang diatur oleh Qanun Nomor 12 Tahun 2003., 3). Tentang Maisir (Perjudian) yang diatur oleh Qanun Nomor 13 Tahun 2003., 4). Tentang Khalwat (Mesum) yang diatur oleh Qunun Nomor 14 Tahun 2003., 5). Tentang Pengelolaan Zakat yang diatur oleh Qanun Nomor 7 Tahun 2004. Hukum pidana Islam itu hanya berlaku bagi masyarakat muslim (baik masyarakat NAD, maupun bukan) yang melakukan tindak pidana di NAD, sedang bagi non muslim tidak berlaku sama sekali, demikian juga masyarakat NAD yang melakukan tindak pidana di luar NAD. Dalam bentuk realitas belum ada perkara yang dimohonkan banding, apalagi kasasi ke Mahkamah Agung, karenanya belum terlihat adanya keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan atau pun mengukuhkan putusan Mahkamah Syari`ah, dan Mahkamah Syari`ah Propinsi yang berdasar kepada qanun tersebut. Secara teoritis, dipahami bahwa Otonomi khusus yang seluas-luasnya bagi NAD untuk melaksanakaan syari`at Islam, mengantarkan kita untuk mempedomani prinsip hukum lex specialis derogat lex generalis (peraturan khusus dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum), artinya KUHP & KUHAP tidak diberlakukan bagi masyarakat muslim di NAD sepanjang telah diatur oleh Qanun.