Open Access
ANOMALI PEREMPUAN PENGEMIS; (Benturan antara Keadilan Gender, Kearifan Lokal dan Permasalahan Sosial Masyarakat Aceh Kontemporer)
Author(s) -
Muhibuddin Muhibuddin,
Husnizar Husnizar,
Ramli Ramli
Publication year - 2018
Publication title -
gender equality: internasional journal of child and gender studies/gender equality
Language(s) - Slovenian
Resource type - Journals
eISSN - 2548-1959
pISSN - 2461-1468
DOI - 10.22373/equality.v4i2.4537
Subject(s) - humanities , political science , sociology , philosophy
Keterlibatan kaum perempuan dalam meminta-minta (mengemis) dalam masyarakat Aceh telah menimbulkan masalah sosial tersendiri dilihat dari aspek kultur masyarakat Aceh kontemporer. Kegiatan meminta-minta dengan mengandalkan belas kasihan orang lain (mengemis) yang dilakukan oleh kaum perempuan dewasa merupakan suatu fenomena sosial paling aktual dan semakin marak di kawasan pusat dan pinggiran kota Banda Aceh, kota Lhoekseumawe dan kota Langsa. Gejala sosial ini disinyalir sebagai akibat dari berubahnya kultur budaya dan teologi agama yang dianut oleh perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Gejala sosial ini disinyalir sebagai akibat dari berubahnya kultur budaya dan teologi agama yang dianut oleh perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Budaya masyarakat Aceh yang dilandasi dengan ajaran Islam yang kental dan dipadu dengan kearifan lokalnya yang apik berpandangan kurang positif terhadap pekerjaan mengemis. Seting sosial budaya masyarakat Aceh yang masih cukup kental berpegang pada nilai tradisional menilai sebagai sesuatu yang kurang pantas bila ada kaum perempuan berada di luar domain domestik secara leluasa, apalagi lagi untuk mengemis. Karena bagaimanapun, budaya, sosial maupun doktrin agama melarang tegas memposisikan “tangan di bawah”. Larangan ini secara sosial-budaya dan agama dimaksudkan untuk menjaga kehormatan kaum perempuan. Namun sebuah anomali terjadi ketika sebagian masyarakat Aceh melabrak ajaran syari`ah ini melalui kegiatan mengemis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan pengemis di kota yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan suatu keprihatinan yang serius sehingga diperlukan perhatian dan penanganan yang bersifat darurat. Dimana martabat kaum perempuan dalam lingkaran komunitas pengemis semakin jauh dari harapan keadilan gender dan bahkan jatuh ke dalam jurang dehumanisasi yang parah. Perempuan pengemis posisinya tidak lebih dari penyangga ekonomi kaum laki-laki baik di dalam keluarga maupun antar sesama komunitas pengemis. Bahkan mereka tidak memiliki hak atas dirinya sendiri, seperti hak atas kebebasan dalam menentukan martabatnya sendiri sebagai perempuan yang berdaulat atas tubuhnya, berdaulat atas hak asasinya sebagai manusia pada umumnya.