Open Access
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 DAN ALTERNATIF MODEL HUBUNGAN KELEMBAGAAN TERKAIT PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Author(s) -
Enny Nurbaningsih
Publication year - 2015
Publication title -
jurnal mimbar hukum
Language(s) - English
Resource type - Journals
ISSN - 2443-0994
DOI - 10.22146/jmh.15906
Subject(s) - legislation , political science , constitutional court , law , presidential system , parliament , constitution , business , politics
Presidential System Government as the result of 1945 Constitution Amandments has not been accomplised yet since its implementation reminds anomaly. President (executive) in presidential system has decision authority to produce acts with House of Representatives (DPR), without involving People Council (DPD) as one of parlement chambers. To restore DPD legislation role, Constitutional Court Decision No. 91/PUU-X/2012 states that DPD has equal position with DPR and President in acts establishment. It implicates that DPD should be involved since the legislation planning, but still does not have authority to make decision even for bills concerned with its authority. This Constitutional Court brings about the trilateral relationship model in legislation process without any institutional construction towards interchambers relation between DPD and DPR. It will result in Judicial Review despite the involvement of DPD in phase 1 and 2 Process, since this involvement does not bind DPR and President.
Sistem pemerintahan presidensial hasil revisi UUD 1945 belum tuntas karena implementasinya masih memunculkan keganjilan, Presiden (eksekutif) dalam sistem presidensial ikut mengambil keputusan
untuk menghasilkan undang-undang bersama DPR, tanpa pelibatan peran DPD sebagai salah satu kamar di parlemen. Untuk memulihkan peran legislasi DPD bidang tertentu, Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 92/PUU-X/2012 menyatakan bahwa DPD berkedudukan setara dengan DPR dan Presiden dalam proses pembentukan undang-undang. Implikasi dari putusan ini DPD dilibatkan mulai dari proses perencanaan legislasi, tetapi tetap tidak dapat mengambil keputusan sekalipun untuk RUU terkait dengan kewenangannya. Putusan MK melahirkan model hubungan trilateral proses legislasi tanpa ada konstruksi secara kelembagaan terhadap hubungan interkameral antara DPR dan DPD. Hal ini akan akan berdampak pada pengujian undang-undang, walaupun DPD telah dilibatkan dalam proses tahap 1 dan tahap 2, karena pelibatan ini tidak mengikat DPR dan Presiden.