Open Access
Dari Konferensi Cancun, Mexico (2003) - ke Pertemuan Stocktaking WTO (2010): Perjuangan Panjang Negosiasi Pertanian Negara Berkembang
Author(s) -
Erna Maria Lokollo
Publication year - 2016
Publication title -
analisis kebijakan pertanian/analisis kebijakan pertanian
Language(s) - Uncategorized
Resource type - Journals
eISSN - 2549-7278
pISSN - 1693-2021
DOI - 10.21082/akp.v8n2.2010.119-131
Subject(s) - political science , humanities , art
Salah satu perundingan WTO yang paling bergejolak, penuh muatan politis dan sangat alot dalam mencapai kesepakatan adalah perundingan pertanian. Persetujuan ini mencakup perundingan di 3 pilar utama, yaitu: akses pasar, subsidi domestik, dan persaingan ekspor. Setelah terjadi kegagalan mencapai kesepakatan pada KTM V di Cancun, Mexico, pada tahun 2003; maka pada sidang Dewan Umum WTO tahun 2004 berhasil disepakati apa yang disebut sebagai Paket Juli. Pada KTM VI di Hongkong, tahun 2005, tidak terjadi titik temu, bahkan perundingan Putaran Doha terhenti sama sekali karena tidak tercapai kesepakatan antara negara-negara anggota WTO. Pada tahun 2009, KTM ke VII diadakan di Jenewa, Swiss. Pada pertemuan ini anggota sepakat tidak merundingkan isu Putaran Doha, tetapi membahas upaya memperkuat sistem perdagangan multilateral WTO dalam menghadapi tantangan lingkungan global saat ini. Namun demikian sinyal yang ditangkap dari pertemuan-pertemuan sampingan beberapa kelompok adalah bahwa Putaran Doha harus segera diselesaikan pada akhir tahun 2010. Oleh karenanya diperlukan upaya dan kemauan politik semua negara anggota untuk mewujudkannya. Pertemuan terkini yaitu pertemuan stocktaking tingkat pejabat tinggi diadakan pada 22-26 Maret 2010. Beberapa pending issues pada draft teks modalitas pertanian (draft text ke- 4) dibahas kembali dan diupayakan konvergensi, namun belum tercapai kesepakatan diantara negara-negara anggota. Indonesia sebagai koordinator kelompok G-33 memiliki posisi yang strategis dalam pemperjuangkan kepentingan pertaniannya. Dukungan domestik dari masyarakat Indonesia termasuk dari Kementerian teknis lainnya selain Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, juga dari LSM/NGO, DPR/MPR, dan Institusi lainnya sangat diperlukan, agar dapat memperjuangkan kepentingan petani dan masyarakat pedesaan menghadapi era globalisasi.