z-logo
open-access-imgOpen Access
Permasalahan Iman : Kritik Atas Iman Dalam Filsafat Barat dan Tawaran Jawaban
Author(s) -
Setyo Ferry Wibowo
Publication year - 2013
Publication title -
kanz philosophia
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2442-5451
pISSN - 2407-1056
DOI - 10.20871/kpjipm.v3i1.38
Subject(s) - faith , emancipation , metaphysics , philosophy , realm , secularization , phenomenon , theology , sociology , epistemology , law , political science , politics
Abstract : Faith becomes problematic in our modern world. In the age of secularization and emancipation man masters the Nature with his growing reason and ever developing technology. This new situation brings with itself a discredit toward faith and religion. Without refusing the existence of God, Immanuel Kant declares that theology is a paralogism (a fallacious reasoning). Auguste Comte corners the religion in the realm of infantile age to be overcomed by the progress of science. Meanwhile Friedrich Nietzsche, from his own view, analyses that the phenomenon of fanatism in religion hides the uncontrallble “need to believe” typically found among the weaks.The central critique of Martin Heidegger toward ontotheological metaphysics shows that theology dened as science does not think. Man of faith has already all the answer before a question is posed, therefore he cannot truly pariticipate in the question of Being. This article tries to consider these objections against faith. As an answer, this article offers to acknowledge “the act of believe” as an universal disposition in man. Much wider than his need to possess knowledge, man is driven by a desire for the innite. Faith resumes this human desire for innite. Keywords : Emancipation, theology, metaphysics, faith, knowledge, way of belief, act of belief, passivity, innite horizon, anthropological disposision.Abstrak : Iman menjadi problem di dunia modern. Gerak sekularisasi dan emansipasi manusia berkat perkembangan rasionya, yang tampak dalam penguasaan manusia atas alam lewat teknologi, membuat keyakinan pada Tuhan dianggap ketinggalan roh jaman. Meskipun tidak menolak Tuhan, Immanuel Kant menganggap bahwa teologi adalah sebuah paralogisme. Auguste Comte tegas-tegas mengatakan bahwa jaman teologi dan agama adalah era kekanak-kanakan yang harus dilampaui demi kemajuan jaman. Friedrich Nietzsche memperingatkan bahwa fanatisme dalam agama adalah tanda besarnya kebutuhan manusia untuk percaya, yang tidak lain adalah kelemahan diri manusia. Kritikan besar Martin Heidegger kepada metasika onto-teologis semakin menunjukkan inferioritas iman di depan pemikiran. Beriman artinya tidak bisa berpikir secara sungguh-sungguh. Artikel ini hendak menimbang keberatan-keberatan atas iman di atas dan sekaligus menawarkan bahwa “tindak percaya” adalah sesuatu yang secara antropologis menjadi disposisi setiap manusia. Lebih luas daripada obsesi pada “pengetahuan”, manusia memiliki hasrat akan ketakterbatasan yang menemukan ekspresinya dalam apa yang kita sebut sebagai iman. Kata kunci : Emansipasi, teologi, metasika, iman, pengetahuan, cara beriman, tindak percaya, pasitivitas, horison ketakterbatasan, disposisi antropologis.

The content you want is available to Zendy users.

Already have an account? Click here to sign in.
Having issues? You can contact us here