Open Access
Masifikasi Wacana Syariah Sebagai Identitas Ke-Islaman
Author(s) -
Abdul Rahim
Publication year - 2019
Publication title -
politea
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2715-1166
pISSN - 2654-847X
DOI - 10.20414/politea.v2i1.1343
Subject(s) - political science , humanities , art
Tulisan ini mencoba menguraikan wacana syariah yang digaungkan oleh Dewan Syariah Nasional sebagai solusi ideal dalam produk/program yang sesuai dalam hukum Islam, akan tetapi pada praktiknya justru menjadi selubung dominasi yang diterima oleh masyarakat muslim sebagai sesuatu yang taken for granted. Wacana syariah sekedar menjadi identitas atas produk/program yang dilegitimasi oleh pemilik kuasa. Praktik wacana syariah yang menciptakan kapitalisme baru terjadi pada Bank syariah, BPJS syariah, dan Koperasi Syariah. Relasi kuasa dari Dewan Syariah Nasional yang menjejalkan wacana syariah sebagai konsep yang ideal, dibaliknya terdapat kepentingan kapitalis yang berjejaring dengan produk/program Non-syariah (konvensional). Melalui kuasa DSN sebagai pihak yang memiliki pengetahuan, masyarakat muslim sebagai sasaran mulai terhegemoni atas wacana syariah tersebut, sebab kultus kepada DSN yang merepresentasikan pihak intelektual dalam hukum Islam. Sementara praktik konsumtif dalam wacana syariah tersebut terlihat pada konsep wisata syariah, hotel syariah, dan hijab syar'i. Hijab syar'i yang menjadikan produk fashion menjadi booming, semakin mendukung eksistensi kapitalisme dalam memediasi kebutuhan ekspresif perempuan muslim akan identitas kesalihan, kecantikan dan ke-feminim-an. Hijab syar'i yang menjadi andalan kapitalisme dalam produk fashion yang menyasar masyarakat muslim, membentuk konsumerisme yang berlebihan dalam berhias (tabarruj) dari pada kesederhanaan yang diidealkan dalam syariat Islam. Praktik syariah yang ideal dan sesuai dengan hukum Islam dalam hal ekonomi bisa digaungkan kembali melalui maksimalnya tata kelola BaitulMal sebagai wadah akomodatif untuk ZakatMal, Infaq, wakaf dan lainnya. Sehingga syariah bukan lagi sekedar identitas dan praktik industri budaya islami, namun sesuai dengan hukum Islamyang semestinya.