
Pertentangan Hukum Adat Dengan Hukum Islam Dalam Kasus Waris Janda Poligami ‘Urang’ Banjar
Author(s) -
Rahmat Fadillah
Publication year - 2021
Publication title -
journal of islamic and law studies (jils)
Language(s) - English
Resource type - Journals
ISSN - 2656-8683
DOI - 10.18592/jils.v5i1.4718
Subject(s) - inheritance (genetic algorithm) , islam , sharia , wife , normative , law , sociology , socialization , field (mathematics) , political science , social science , philosophy , theology , biochemistry , chemistry , mathematics , pure mathematics , gene
Marriage is something sacred and has a binding and lasting impact on husband and wife, sometimes there is a husband's desire to have polygamy. In various countries where people adhere to Islam, it is justified to practice polygamy by Islamic law. However, from a polygamous relationship can cause problems, many of which are about inheritance. If a polygamous husband dies, then the distribution of the husband's inheritance becomes a confrontation for the wives who are left behind if the procedure for the distribution is unclear, whether to use Islamic law or use customary law. An example of this confrontation can be found in the Banjar community of South Kalimantan. By examining cases in the banjar community, it is hoped that we can find out what the phenomenon looks like, what laws are used by them and what is the perspective of Islamic law on the confrontation of this polygamous widow's inheritance. By using a normative literature method and a few interviews and observations in the field, this research finally gets the results that if a custom in Indonesia is against the law and ethics in sharia, it is no longer necessary to defend it. Because the position of god's law (sharia) is a very high and eternal law. This is following the reception a contrario theory. The importance of socialization and understanding to the public about legal knowledge in the field of inheritance, be it customary inheritance, positive legal inheritance, and Islamic inheritance, needs to be considered by various parties with various perspectives. And a good marriage is a marriage that from the beginning was intended to strengthen a lasting bond (mitshaqon ghalizon) so that the efforts in the process of achieving it are carried out as well as possible, according to the guidance of Islam which is rahmatan lil 'alamin.Abstrak: Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan memberikan dampak yang mengikat serta abadi bagi pasangan suami isteri, terkadang ada keinginan suami untuk berpoligami. Diberbagai negara yang masyarakatnya menganut agama Islam dibenarkan untuk melakukan poligami oleh Hukum Islam. Akan tetapi dari sebuah hubungan poligami dapat menimbulkan permasalahan yang banyak diantaranya yaitu tentang harta warisan. Jika suami yang berpoligami meninggal maka tidak sedikit pembagian harta warisan suami tersebut menjadi pertentangan penetapan hukum yang digunakan bagi isteri-isterinya yang ditinggalkan jika tata cara pembagiannya tidak jelas, apakah menggunakan Hukum Islam atau menggunakan Hukum Adat. Contoh Pertentangan ini dapat ditemui pada masyarakat banjar kalimantan selatan. Dengan kita meneliti kasus di masyarakat banjar ini diharapkan dapat mengetahui seperti apa fenomenanya, Hukum apa yang digunakan oleh mereka dan bagaimana persfektif Hukum Islam terhadap pertentangan warisan janda poligami ini. Dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat normatif dan sedikit wawancara serta observasi di lapangan maka akhirnya penelitian ini mendapatkan hasil bahwa apabila suatu adat istiadat di Indonesia ini bertentangan dengan hukum dan etika dalam syariah maka tidak perlu lagi untuk dipertahankan. Karena posisi hukum tuhan (syariah) adalah hukum yang sangat tinggi dan eternal. Hal ini sesuai dengan teori reception a contrario. Pentingnya sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang ilmu pengetahuan hukum dalam bidang waris baik itu waris adat, waris hukum positif, dan waris Islam, perlu diperhatikan oleh berbagai pihak dengan berbagai sudut pandang. Dan pernikahan yang bagus adalah pernikahan yang sejak awal di niatkan dalam meneguhkan ikatan yang abadi (mitshaqon ghalizon) sehingga upaya dalam proses pencapaiannya itu di laksanakan sebaik-baik mungkin, sesuai tuntunan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.