
KAJIAN STRATEGI ADAPTASI BUDAYA PETANI GARAM
Author(s) -
Dhedy Pri Haryatno
Publication year - 2013
Publication title -
komunitas
Language(s) - English
Resource type - Journals
eISSN - 2460-7320
pISSN - 2460-7312
DOI - 10.15294/komunitas.v4i2.2414
Subject(s) - physics , humanities , philosophy
Bledug Kuwu merupakan fenomena semburan lumpur yang mengandung garam sehingga dimanfaatkan sebagai garam dapur. Profesi sebagai pembuat garam dapur yang dilakukan penduduk sekitar dalam sepuluh tahun terakhir ini telah mengalami penurunan cukup drastis yaitu dari seratus orang pada tahun 2000 menjadi hanya enam orang pada tahun 2010. Dalam penelitian ini penulis menggambarkan strategi adaptasi budaya petani garam. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif serta teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Lokasi penelitian adalah di desa Kuwu, Grobogan. Hasil penelitian menunjukkan adanya permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh petani garam yakni perubahan cuaca yang tidak menentu, kondisi lumpur yang selalu berubah, dan karakteristik air garam. Untuk menghadapi problem lingkungan, petani garam melakukan adaptasi kultural yaitu menghindari bahaya yang ada di lingkungan. Selain itu, petani juga memiliki keterbatasan dalam teknologi pembuatan garam. Juga ditemukan perubahan teknologi yang digunakan dalam pembuatan garam seperti klakah, blonjong, siwur, kepyur, payon, ember, dan kerik juga harus dilakukan. Ada juga upaya lain antara lain melalui perilaku penimbunan garam, membuat peralatan pembuat garam sendiri, dan mencari pekerjaan sambilan lain yang dapat menjadi alternatif pemenuhan ekonomi warga. Sementara itu dukungan secara moral dan material dari pemerintah juga sangat dinantikan.Bleduk Kuwu is a salt mudflow phenomena in Kuwu Grobogan that can processed into table salt. Profession as salt makers in the last ten years has decreased quite dramatically, from a hundred people in 2000 to just six people in 2010. The objective of this study is to explore the adaptation strategy of the salt peasant in Kuwu Grobogan. In this study, the author uses a qualitative approach to its base, with observation techniques, interviews, and documentation in its data collection. The research found that the challange of salt farmers are environmental problems, which include erratic weather changes, the ever-changing sludge conditions, and characteristics of salt water. To deal with environmental problems, salt farmers adapt culturally to avoid the dangers that exist in the environment. Changes in technology used in the manufacture of salt as klakah, blonjong, siwur, kepyur, payon, buckets, and kerik is also observed. There are also other strategies, which include salt buildup, making their own salt-making equipment, and look for other jobs for economic fulfillment. Meanwhile, the moral and material support from the government is also highly needed.