
Pengaruh Pemberian Antibiotik Terhadap Populasi dan Produksi Toksin Clostridium difficile pada Pasien Demam Tifoid dan Pneumonia serta Hubungannya dengan Gejala Diare
Author(s) -
Dwi Prasetyo
Publication year - 2016
Publication title -
aksi spenduyo : majalah smp negeri 2 mendoyo
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
ISSN - 2338-5022
DOI - 10.14238/sp6.2.2004.58-63
Subject(s) - medicine , gynecology
Clostridium difficile merupakan flora normal dalam saluran pencernaan manusia, tetapidalam keadaan tertentu dapat menimbulkan penyakit, yaitu menjadi patogen bila adakesempatan untuk bermultiplikasi dan membentuk toksin. Misalnya pemberian obatanti jasad renik dapat menekan sementara unsur-unsur flora usus yang peka terhadapobat tersebut. Sebaliknya kuman yang resisten tetap hidup, bahkan akan berkembangterus sehingga terjadi pertumbuhan yang berlebih. Di Indonesia Clostridium difficilebelum begitu dikenal sebagai penyebab kolitis akibat pemakaian antibiotik. Kemungkinankarena kurangnya kewaspadaan dalam klinik, tidak tersedianya fasilitas laboratoriumyang khusus untuk biakan anaerob atau kegagalan dalam melakukan biakan anaerob.Tujuan penelitian untuk mengetahui jumlah kultur Clostridium difficile yang positifpada pemeriksaan hari pertama (maksimum mendapat 3 hari pengobatan antibiotik),peningkatan populasi Clostridium difficile dalam tinja pasien demam tifoid danpneumonia yang mendapatkan pengobatan antibiotik 8 hari, adanya toksinClostridium difficile dalam tinja anak penderita demam tifoid dan pneumonia yangmendapat pengobatan antibiotik 8 hari dan mengevaluasi hubungannya dengan gejaladiare. Penelitian ini dilakukan terhadap 38 pasien demam tifoid dan 12 pasien pneumoniayang mendapat antibiotik minimal 8 hari dan dirawat di Sub Bagian Infeksi danPulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-Unpad/Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Hasan Sadikin, Bandung. Sebagai kontrol dilakukan pemeriksaan tinja pada 20 anaksehat. Pemeriksaan bakteriologik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, FakultasKedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.Dari 50 pasien yang diteliti didapatkan 24 (48,0%) laki-laki dan 26 (52,0%)perempuan. Kelompok umur 1-4, 5-9, dan > 10 tahun berturut-turut didapatkan 26(52,0%), 13 (26,0%) dan 11 (22,0%). Antibiotik kloramfenikol diberikan pada 38(76,0%) anak, sedangkan ampisilin pada 12 (24,0%) anak. Hasil kultur Clostridiumdifficile pertama positif sebanyak 30 (60,0%) dan negatif 20 (40,0%) pasien. Ternyatapada kelompok anak sehat ditemukan 8 anak dengan kultur Clostridium difficile positif(40,0%) dan 12 anak dengan kultur negatif (60,0%). Dari hasil perhitungan statistiktidak didapatkan perbedaan yang bermakna jumlah rata-rata koloni Clostridium difficileper gram tinja pada kelompok anak sehat dan pasien infeksi yang diambil pada haripertama perawatan yang sebelumnya telah mendapat maksimum 3 hari antibiotik.Didapatkan peningkatan jumlah koloni Clostridium difficile secara bermakna pada anakpasien demam tifoid dan pneumonia setelah diberi antibiotik 8 hari. Walaupun toksinClostridium difficile terdeteksi pada 24,0% pasien, tetapi yang disertai gejala diare hanyapada 2 penderita. Juga didapatkan perbedaan bermakna rata-rata jumlah koloniClostridium difficile per gram tinja antara pasien dengan toksin positif dan negatif.Pada semua anak yang didapatkan toksin Clostridium difficile ternyata mempunyaijumlah koloni Clostridium difficile melebihi 103 koloni per gram tinja.