
Displasia Ektodermal Hipohidrotik
Author(s) -
Eveline Pn,
Sri Rezeki Hadinegoro,
Siti Aisah Boediardja
Publication year - 2016
Publication title -
aksi spenduyo : majalah smp negeri 2 mendoyo
Language(s) - Uncategorized
Resource type - Journals
ISSN - 2338-5022
DOI - 10.14238/sp5.3.2003.131-6
Subject(s) - gynecology , medicine
Seorang bayi laki-laki berusia 4 bulan menderita displasia ektodermal hipohidrotik (DEH),merupakan kelainan genetik yang sebagian besar diturunkan secara x-linked recessive.Sindrom ini ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya kelenjar keringat,hypotrichosis,dan hypodontia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan dipastikandengan biopsi kulit yang menunjukkan tidak ada atau hipoplasi kelenjar ekskrin danrambut. Trias gambaran klinis utama DEH adalah hipohidrosis atau anhidrosis, hipotrikosisdan andontia total atau partial. Kelainan ini perlu segera ditegakkan untuk menghindarikomplikasi yang berat pada masa bayi dan diperlukan untuk menentukan penangananselanjutnya. Untuk mengetahui pola penurunan genetik pada pasien ini perlu disusunsilsilah penyakit dalam keluarga serta biopsi kulit atau uji starch-iodine pada kedua orangtua pasien sehingga konseling genetik. Pencegahan dapat diberikan secara multidisiplinsangat diperlukan dalam penanganan kasus seperti ini agar mendapatkan prognosis yanglebih baik. Displasia ektodermal hipohidrotik yang disebut juga Christ-Siemens Tourainesyndrome atau displasia ektodermal anhidrotik digambarkan pertama kali pada tahun 1848oleh Thurnam 1,2 dan diikuti pada abad-19 oleh Darwin.2 Pada tahun 1921, Thadanimenetapkan DEH sebagai suatu kelainan x-linked dan kemudian melaporkan bahwaperempuan pembawa gen mutan menampakkan gejala yang bervariasi dari kondisitersebut.1,2Angka kejadian DEH diperkirakan 1 per 100.000 kelahiran hidup,2,5 lebih 90% terjadi padaanak laki-laki.2 Di Indonesia dilaporkan 2 kasus pada tahun 2000-2002,6 salah satu kasusberobat di Subbagian Kulit Anak Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM.