English (United Kingdom)

https://curated-unify.zendy.io/wp-json/zendy-region/v1/featured_content/oa?rat=en

https://curated-unify.zendy.io/wp-json/zendy-region/v1/highlighted_journal/

Global: Zendy Plus annual

Presents the access of premium content as premium feature

Premium Content

Presents the keyphrase highlighting as premium feature

Keyphrase Highlighting

Presents the summarisation as premium feature

Summarisation

Insights

Presents the pdf analysis as premium feature

PDF Analysis

Presents the zaia usage as premium feature

ZAIA

Global: Zendy Tools annual

Global: Zendy Free Plan

Global: Zendy Tools monthly

Global: Zendy Plus monthly

Balinese people in general have an understanding of culture based on traditions inherited by the ancestors. Bali Bedugul forest area including the upstream area that needs to be preserved. The concept of the Holy Community in Bali is usually associated with temples and upstream areas. While sacred or sacred is usually associated with spirits as tree dwellers. This study aims to explore cultural conceptions related to plant conservation education in communities in the Bali Bedugul Forest Area through an ecological approach. Inventory of plant species and interviews with religious and traditional leaders were carried out in data sampling. Vegetation analysis method is used in data analysis. Based on the relative frequency values of types of community information, there are 6 types of trees that are sacred by the community. The most sacred type is the Ficus bejamina tree (FRj. 32%). The sacred or sacred concept becomes his protection. The tradition of planting a tree branch at the base of a tree that was cut before is a manifestation of a "promise" to replant. The implementation of the ceremony makes a Metamorfosa:Journal of Biological Sciences 7(1): 80-86 (Maret 2020) eISSN: 2655-8122 81 mandate for its sustainable use. Art conceptions such as mask dance performances, bodres, shadow puppets and taru pramana stories are strategic media for plant conservation education in Bali. Keyword: Bedugul, culture, tree, conservation PENDAHULUAN Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara umum konservasi artinya memelihara dan melindungi suatu sumber daya demi mencegah kepunahan melalui jalan pelestarian maupun pengawetan (Kemdikbud, 2020). Konsep konservasi dapat diejawantahkan ke dalam perilaku konservasi. Dalam hal ini, perubahan perilaku dan struktur sosial akan berkaitan dengan nilai, norma dan pranata dari masyarakat. Kearifan lokal atau budaya diharapkan menjadi dasar perubahan perilaku sosial yang berkaitan dengan perilaku konservasi. Untuk menjamin keberhasilan usaha konservasi, perlu kiranya masyarakat lokal diikutkan untuk berpartisipasi secara aktif agar mendapatkan keuntungan-keuntungan dari adanya konservasi (Mursidawati et al., 1998). Alasan-alasan dari sisi agama kiranya juga dapat dikaitkan dengan tujuan perlindungan alam yang secara ekologis berujung untuk kesejahteraan manusia itu sendiri (Manullang, 1999). Selanjutnya Mackinnon et al. (1993), menyebutkan pelestarian modern adalah suatu usaha pemeliharaan sumber daya bumi secara bijaksana. Usaha pelestarian tersebut mengacu pada pengelolaan sumberdaya hayati sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia masa kini maupun masa mendatang secara optimal. Masyarakat Bali sebagian besarnya memeluk agama Hindu dengan kerangka dasar kehidupannya sehari-hari yang tertuang dalam ajaran agama Hindu diantaranya adalah adalah Tatwa atau filsafat, kedua Susila atau etika dan upacara atau rituil. Ketiga kerangka dasar tersebut merupakan suatu kesatuan di dalam pelaksanaanya. Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya konsep keharmonisan hubungan hidup didasari atas filsafat Tri Hita Karana. Secara umum, Tri Hita Karana artinya adalah tiga penyebab kebahagian tercapai. Tiga sebab tersebut adalah adanya keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Konsep ini berkaitan erat dengan konsep konservasi dimana kegiatan-kegiatan konservasi perlu dikaitkan dengan kearifan lokal agar dapat melibatkan peran serta aktif masyarakat lokal jika itu dihubungkan dengan pengetahuan, minat, dan kebutuhan sosial dan ekonomi mereka. Pemahaman budaya masyarakat Bali umumnya berdasarkan tradisi yang diwarisi oleh para leluhur atau disebut bersifat gogon tuwon. Konsepsi pemahaman nilai–nilai budaya yang menyangkut konservasi tumbuhan masih sebatas kemeriahan dalam pelaksanaanya saja sedangkan disisi lain banyak yang tidak mengetahui makna filosofisnya. Maka pada penelitian ini penulis bertujuan untuk menggali konsepsi budaya yang berkaitan dengan pendidikan konservasi tumbuhan pada masyarakat di Kawasan Hutan Bedugul Bali melalui pendekatan ekologi. BAHAN DAN METODE Bedugul adalah kawasan yang berada di dalam batas administrasi Kecamatan Baturiti dan Kabupaten Tabanan serta Kecamatan Pancasari Kabupaten Buleleng di Provinsi Bali. Di Bedugul terdapat tiga danau ikonik yaitu Danau Beratan, Buyan dan Tamblingan (Gambar 1). Data sampling dilakukan dengan metode wawancara yaitu ke para pemuka masyarakat di sekitar kawasan hutan Bedugul Bali. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional pada pemuka masyarakat di Desa Candikuning Kecamatan Baturti, Kabupaten, Tabanan dan Desa Pancasari Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Masyarakat yang dipilih sebagai sampel kunci yaitu, Kelihan Adat, Pendeta, Pemangku , Tukang banten dan Dukun dari masing profesi diambil 2 orang sehingga jumlah sampel menjadi 10 orang (Silalahi et al., 2015). Metamorfosa:Journal of Biological Sciences 7(1): 80-86 (Maret 2020) eISSN: 2655-8122 82 Gambar 1. Lokasi kawasan Bedugul dengan tiga danau, Beratan, Buyan dan Tamblingan Selanjutnya data yang didapatkan dianalisis untuk mencari jenis pohon yang paling banyak dikeramatkan oleh masyarakat menggunakan analisis data frekuesi relatif yang dicari dengan rumus (Kent & Cooker, 2003) : Fj FRj = x 100% Fn

Konsepsi Nilai Budaya Dalam Pendidikan Konservasi Tumbuhan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Hutan Bedugul Bali