Open Access
Penyelesaian Jarīmah Incest Dalam Fikih Jinayah (Studi di Gampong Lawe Sawah Kec. Kluet Timur Kab. Aceh Selatan)
Author(s) -
Husamuddin Husamuddin,
Eva Liana
Publication year - 2021
Publication title -
maqasidi
Language(s) - Italian
Resource type - Journals
eISSN - 2798-981X
pISSN - 2798-9801
DOI - 10.47498/maqasidi.v1i2.879
Subject(s) - humanities , political science , philosophy
Gampong Lawe Sawah merupakan sebuah Gampong yang berada di Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan yang mempunyai aturan dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Keberadaan hukum adat dalam masyarakat Gampong Lawe Sawah tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan sudah membudaya dalam diri masyarakat, termasuk dalam menyelesaikan tindak pidana. Salah satu tindak pidana yang diselesaikan melalui hukum adat adalah adalah hubungan sedarah (incest). Pertanyaan penelitian dalam tulisan ini adalah bagaimana masyarakat Gampong Lawe Sawah menyelesaikan kasus incest dengan hukum adat dan bagaimana tinjauan fikih jinayah terhadap sanksi adat bagi pelaku incest di Gampong Lawe Sawah. Penelitian ini menggunakan motede penelitian kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi. Sumber wawancara berupa narasumber dari Keuchik, Tuha Peut, Imuem Mukim. Sedangkan dokumentasi yaitu melalui buku-buku yang terkait dengan pembahasan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyelesaian pelaku Incest dengan hukum adat melalui tiga tahapan. Tahap pertama memberikan keterangan tentang kejadian yang telah dilakukan di hadapan perangkat Gampong; tahap kedua para pelaku ditempatkan sementara dirumah salah satu perangkat Gampong; tahap ketiga adalah tahap penentuan sanksi yaitu melalui musyawarah lembaga adat. Sedangkan dalam tinjauan hukum Islam terhadap sanksi adat dalam penyelesaian pelaku Incest di Gampong Lawe Sawah berbeda dengan fikih jinayah yang berlaku. Dalam fikih jinayah pelaku zina ghairu muhsan dicambuk 100 kali sedangkan dalam hukum adat diberlakukan sanksi pemotongan seekor kerbau serta kelengkapannya. Namun demikian, pertimbangan dengan hukum adat diakomodir secara ushūlī, yang disebut al-‘urf dengan kaidah al-ādah muhakkamah. Dapat disimpulkan juga bahwa proses peradilan adat bisa menyelesaikan permaslahan tanpa harus melalui proses jalur hukum, namun apabila perkara tidak dapat diselesaikan secara peradilan adat maka akan diberikan kepada pihak yang berwenang mengadili perkara tersebut.